Menurut laporan CNet, B. rotenbergae dan spesies lain dari genus yang sama memiliki tulang di dekat permukaan kulit berdagingnya. Kulit ini dapat bersinar di bawah cahaya fluoresens.
Mata manusia tidak dapat melihat ini di bawah cahaya normal. Namun para ilmuwan berpikir bahwa katak tersdebut menggunakan karakteristik fluoresen ini sebagai isyarat visual bagi katak-katak lain di hutan atau sebagai mekanisme pertahanan.
Jodi Rowley di Australian Museum di Sydney mengatakan bahwa penemuan spesies baru katak labu menggarisbawahi betapa para ilmuwan perlu mempelajari tentang keanekaragaman hayati katak. Laporan penelitian mereka menjelaskan secara rinci kelimpahan katak yang mereka temui selama penelitian.
Mereka menganggap penemuan ini sebagai kemenangan langka untuk spesies-spesies yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka menyebutnya sebagai kemenangan langka karena perubahan iklim telah mendorong hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia.
Baca Juga: Delapan Spesies Tumbuhan Baru Ditemukan Dua Peneliti LIPI pada 2020
Beberapa spesies di dunia hewan menggunakan warna dan terkadang fluoresensi sebagai tanda "JANGAN MAKAN" atau perlindungan diri dari predator. Itu mungkin juga berlaku untuk B. rotenbergae.
Fluoresensi cukup umum ditemukan di antara hewan-hewan. Penemuan terbaru lainnya terkait sifat fluoresensi ini ditemukan pada mamalia di Australia yang bisa memancarkan sinar di bawah cahaya UV.
Menurut laporan sebelumnya dari Science Times, hewan-hewan yang punya kemampuan fluoresensi tersebut antara lain platipus, wombat, ekidna, bandikut, bilby, posum, beberapa kelelawar, serangga, katak, ikan, dan jamur. Bahkan tardigrada juga menggunakan fluoresensi sebagai mekanisme pertahanan mereka.
Source | : | CNET,new scientist,Science Times |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR