Simpulannya, air memudahkan pengangkutan batu ke lokasi pembangunan piramida diperkuat dengan temuan arkeolog tentang lukisan di kuburan Djehutihotep. Kuburan itu dibangun pada 1900 Sebelum Masehi.
Makam Djehutihotep terkenal dengan kualitas dekorasinya yang luar biasa. Sebuah lukisan adikarya dari seniman bernama Amenaankhu mengekalkan cara pembangunan monumen ini. Belakangan makam ini terkenal karena dekorasinya menunjukkan pengangkutan patung kolosal dirinya yang memiliki tinggi hampir tujuh meter.
Pengangkutnya adalah 172 pekerja yang menggunakan tali dan kereta luncur. Di salah satu adegannya, terlihat seseorang berdiri di bagian depan kereta luncur, sedang menuangkan air di atas pasir, kata Bonn. Lukisan itu menggambarkan adanya percikan warna abu-abu dan oranye dengan orang yang berdiri di depan gerobak sambil menyiramkan air. Lukisan itu sebelumnya memang telah memicu banyak perdebatan.
Patung Djehutihotep seberat 58 ton itu diukir oleh seorang juru tulis bernama Sipa, putra Hennakhtankh. Sayangnya, ahli arkeologi tidak menemukan keberadaan jejak patung raksasa ini. Patung itu dirusak dan dihancurkan pada 1890, dan semua gambar yang ada didasarkan pada satu foto yang diambil tahun sebelumnya oleh Mayor Brown. Menurut perhitungan mereka, tingkat lima persen air akan memudahkan pengangkutan hingga sekitar 30 persen.
Penelitian ini memberi penjelasan ilmiah fungsi air dalam pembangunan piramida yang semula cuma dikaitkan dengan pencucian.
Baca Juga: Menguak Keberadaan Negeri Punt Lewat Perdagangan Babun era Mesir Kuno
"Para ahli Mesir kuno mengatakan, pemindahan balok-balok batu raksasa itu semata dari sisi seremonial belaka, "kata Bonn kepada Live Science. "Pertanyaannya kemudian: mengapa mereka melakukan hal itu?"
Bonn dan rekan-rekannya kemudian melakukan percobaan dengan menarik benda berat melalui hamparan pasir.
Ketika peneliti menyeret balok batu di atas pasir kering, mereka melihat gumpalan pasir di depan alat penariknya, sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk menariknya.
Kemudian mereka menambahkan air ke pasir tersebut, dan balok itu mampu meluncur lebih mudah di seluruh permukaannya. Hal ini terjadi, karena tetesan air menjadi semacam jembatan di antara butiran-butiran pasir, kata para peneliti. Berkat penelitian ini para peneliti kini bisa menjelaskan bagaimana cara orang-orang Mesir kuno membangun piramida.
"Ini mirip membangun istana pasir yang lebih mudah dengan menggunakan pasir basah ketimbang menggunakan pasir kering," kata Bonn.
Baca Juga: Makam Bangsawan Kuno dengan Karya Seni Berwarna-warni Ditemukan di Mesir
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR