Gie menganggap Sukarno, yang berjulukan Bung Besar, telah berkhianat pada kemerdekaan. Gie merasa generasinya mendapat tugas memberantas generasi tua, yang dia tuding sebagai pengacau.
"Generasiku ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau, yaitu koruptor-koruptor tua seperti Iskak, Djodi, Dadjar, dan Ibnu Sutowo," kata Gie. "Kami generasi yang akan memakmurkan Indonesia," tegasnya.
Pada 30 Maret 1962, ketika masih sekolah menengah atas juga, Gie penah membuat catatan berisi kritik pedas terhadap Bung Karno. Dia meradang saat menyaksikan seorang pria yang tak bertampang pengemis terlihat kelaparan. Lelaki yang kelaparan itu kemudian mengganjal perutnya yang kosong dengan kulit mangga yang dibuang oleh orang lain. Sebenarnya hal tersebut bukanlah hal yang luar biasa pada masa itu, ketika jumlah penduduk miskin sangat tinggi.
Baca Juga: Sekerat Hikayat Menu Babi Nusantara sampai Resep Warisan Bung Karno
Hanya, Gie geram karena menyaksikan orang kelaparan itu cuma dua kilometer dari Istana. Bagi dia, Istana merupakan pusat pesta dan kemewahan. Dalam catatan hariannya, Gie menyebutkan perjamuan makan di Istana tak kenal siang dan malam.
"Siang tadi aku bertemu dengan seseorang tengah memakan kulit mangga... Dua kilometer dari sini 'Paduka' (Presiden Sukarno) kita mungkin sedang tertawa dan makan-makan dengan istri-istrinya yang cantik-cantik," tulis Gie dalam buku hariannya.
Saat menjadi mahasiswa, Gie tak hanya menulis kritik di buku hariannya. Dia tumbuh menjadi pemuda yang makin kritis dan berani. Dia kemudian getol menulis kritik di koran-koran dan berdemonstrasi mengkritik langsung pemerintah Sukarno dan para pejabat korup di sekeliling Bung Besar tersebut.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR