Nationalgeographic.co.id - Gletser di Pine Island, Antarktika Barat--atau bagian kecil Kutub Selatan yang dekat dengan Amerika Selatan--merupahan yang tercepat mengalami penyusutan di Antarktika.
Pada periode sebelumnya sekitar 1990-an hingga 2009, arus laut hangat memakan bagian bawah lapisan es itu. Akibatnya, berdasarkan jurnal Geophysical Reseach Letters tahun 2010, strukturnya menjadi kacau dan menyebabkan gletser longsor menuju laut.
Kini para peneliti mengungkapkan gletser itu makin mempercepat penyusutannya ke laut sepanjang 2017 hingga 2020. Fenomena itu terjadi ketika seperlima dari lapisan es yang terhubung dengannya pecah sebagai gunung es besar.
Sedangkan longsoran itu terjadi secara tiba-tiba, dan mendorong kecepatan penyusutan secara luas di Pine Island, tulis para ilmuwan di Science Advances, Jumat (11/06/2021).
Pada dasarnya, ketika gletser bergerak, rekahan di tingkat permukaannya dan di dalam akan muncul di lapisan es. Biasanya rekahan ini muncul di beberapa lokasi secara berkala, sehingga menyebabkan potongan besar lepengan es bisa terlepas.
Ketika kawasan lapisan es menyusut sekitar 20%, yakni seluas wilayah yang telah longsor sebesar 651 km persegi, kecepatan gletser meluruh meningkat 12% di dekat tepinya, ungkap para peneliti.
Penelitian yang dipimpin Ian Joughin dari University of Washington itu, menggunakan citra satelit Copernicus Sentinel-1 yang dioperasikan European Space Agency.
Satelit itu juga dilengkapi synthetic aperture radar (SAR) yang mengambil bidikan gambar dalam hitam-putih. SAR jugamemproyeksikan gelombang radio di lanskap, serta merekam sinyal yang memantul kembali, terang Joughin di Live Science.
Satelit ini sudah mulai beoperasi mengambil gambar dari gletser Pine Island setiap 12 hari. Pada musim gugur 2016, para ilmuwan sudah mulai mengumpulkan data setiap enam hari.
Baca Juga: Sains Terbaru Ungkap Penemu Benua Antarktika Bukanlah Orang Barat
Lalu data dari Januari 2015 hingga September 2020 dikumpulkan mereka, beserta berbagai gambar untuk membuat rincian video perubahan lapisan es.
Khususnya pada September 2017, yang merupakan saat bagian lapisan es terlepas ke lautan, sangat signifikan pada garis pantai di selatannya.
Tampaknya, kata Joughin, hal ini bertepatan dengan percepatan gletser yang tiba-tiba, yang terus bertambah cepat ketika lebih banyak gunung es yang terlepas dari lapisan es selama tiga tahun ke depan.
Tetapi tidak ada perubahan yang jelas akibat pengaruh suhu laut di sekitarnya. Fenomena ini menandakan bahwa penipisan es akibat air hangat tidak bisa disalahkan, simpul mereka dalam laporan.
Agar mengetahui apa yang sebenarnya memicu percepatan pasca September itu, tim membuat model aliran es dari gletser dan lapisan es, dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan.
Baca Juga: Suhu Kutub Selatan Memanas 3 Kali Lebih Cepat Dibanding Wilayah Lain
Mereka menguji dengan membuat simulasi bila lapisan es yang telepas ke laut pada September 2017 tidak terjadi. Hasilnya, walau ada penyusutan, tetapi tidak terjadi sedramatis seperti yang ada di rekaman SAR.
Tim kemudian mencoba membuat model dengan memotong bongkahan besar lapisan es itu, persis seperti kejadian sebenarnya. Hasilnya, penyusutan gletser terjadi semakin cepat.
"Satu-satunya perubahan yang saya buat adalah yang lapisan es yang dihapuskan itu," kata Joughin. "Kecepatan dalam model sangat dekat dengan yang diamati di lingkungannya."
Baca Juga: Es Kutub Terus Mencair, Permukaan Laut Bisa Naik Hingga Satu Meter
Terlepas dari penyebab pastinya, proses terbelahnya yang terjadi ini tampaknya telah mendorong sebagian besar mundurnya permukaan es lewat pelepasannya pada tingkat yang tidak stabil, tulis peneliti.
Setelah kemuduran yang baru-baru ini, bagian depan lapisan es sekarang berpotensi berada di bagian tanggul yang lebih terlindungi sekarang. Sehingga dapat memperlambat atau menghentikan perpecahan lapisan es kembali.
Baca Juga: Gunung Es Terbesar Sedunia, Seluas Pulau Madura, Lepas dari Antarktika
Source | : | Live Science,arXiv |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR