Untuk mengetahui popularitas cula badak di Vietnam, saya berkeliling negara itu bersama seorang wanita yang saya sebut saja Ibu Thien. Mammogram memperlihatkan bintik di payudara kanannya; sonogram menunjukkan bayangan mengkhawatirkan di indung telurnya. Wanita 52 tahun yang menarik dan mandiri ini berencana melakukan pengobatan modern, tetapi juga ingin berkonsultasi dengan pakar pengobatan tradisional. Saya bertanya apakah dia yakin cula badak dapat membantu menyembuhkannya. “Saya tidak tahu,” jawabnya. “Namun, apabila Anda merasa akan mati, tidak ada salahnya mencobanya.”
Perjalanan itu membawa kami dari rumah sakit kanker dan klinik tradisional di Hanoi dan Kota Ho Chi Minh hingga ke toko obat tradisional, toko khusus yang menjual kulit binatang eksotis, dan rumah pribadi di kota-kota kecil. Kami menemukan cula badak di setiap tempat yang kami datangi.
Sebagian besar pengguna yang kami temui berasal dari kelas menengah Vietnam yang tumbuh pesat. Sering kali beberapa keluarga urunan untuk membeli sepucuk cula dan membaginya. Sebagian disumbangkan kepada teman yang sakit parah yang tidak mampu membelinya. Ibu memberikan obat ini kepada anaknya yang menderita campak. Kaum manula bersaksi bahwa cula memperbaiki peredaran darah dan mencegah stroke. Banyak yang menganggapnya semacam vitamin super.
Meskipun sejumlah dokter Vietnam yang berbicara dengan saya menyatakan cula badak bukan obat yang efektif untuk penyakit apa pun, beberapa dokter terhormat lainnya menyatakan bahwa cula badak bisa menjadi obat kanker yang efektif. Tran Quoc Binh, Direktur Rumah Sakit Nasional Pengobatan Tradisional, yang merupakan bagian dari Kementerian Kesehatan Vietnam, yakin bahwa cula badak dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis tumor.
“Awalnya kami mulai dengan pengobatan modern: kemoterapi, radiasi, operasi,” kata Tran. “Tetapi, setelah itu mungkin masih ada beberapa sel kanker. Jadi kami menggunakan obat tradisional untuk melawan sel tersebut.” Dia mengatakan bahwa ramuan cula badak, ginseng, dan beberapa tumbuhan lainnya sebenarnya dapat menghalangi pertumbuhan sel kanker, tetapi dia tidak bisa menunjukkan penelitian teruji yang mendukung klaimnya.
!break!
Suatu malam di Hanoi, Ibu Thien dan saya mengunjungi sebuah kafe yang ramai. Dia menjelaskan kondisinya kepada sang pemilik yang lalu mengeluarkan sepotong cula berwarna kuning seukuran sabun dan mangkuk keramik yang bergambar badak di sampingnya. Dasar mangkuk itu kasar, seperti ampelas halus. Dia menuangkan sekitar seratus mililiter air ke mangkuk itu dan mulai menggosokkan cula ke dasarnya secara melingkar.
Setelah beberapa menit, cula itu mengeluarkan bau sangit, dan airnya berubah seputih susu. Sambil menggosok, pemilik kafe menjelaskan bahwa dia dan seorang temannya membeli cula itu sebagai suplemen kesehatan dan obat sakit kepala akibat mabuk, harganya sekitar 160 juta rupiah untuk sekitar 180 gram. Ketertarikan mereka sebagian karena diberi tahu seorang mantan sekretaris Ho Chi Minh, pelanggan kafe itu, bahwa Ho yang sangat percaya kepada pengobatan tradisional makan cula badak setiap hari.
Setelah menggosok 20 menit, pria itu menuangkan airnya ke dalam dua gelas kecil dan menyerahkan satu untuk Ibu Thien dan satu lagi untuk saya. Selain teksturnya yang agak berpasir, minuman itu tawar seperti air biasa. Ibu Thien mengosongkan gelasnya dan meletakkannya di meja. “Semoga ada manfaatnya,” ujarnya.
Menurut john hume, kita tidak perlu membunuh badak untuk memasok semua kebutuhan cula badak Vietnam. Pengusaha 69 tahun yang berhasil dalam usaha hotel dan taksi ini memiliki kawanan badak pribadi terbanyak di dunia. Saat ini dia memiliki lebih dari 700 badak putih dan hitam di dua peternakan di Afrika Selatan, dan masih ingin menambahnya.
“Kita memanen wol dari domba, mengapa tidak memanen cula dari badak?” tanyanya pada suatu sore, sambil duduk di kantor salah satu peternakannya. “Jika kita memotong cula sekitar 80 milimeter dari pangkalnya, cula itu akan pulih dalam dua tahun. Itu berarti ada pasokan cula badak yang tidak terbatas jika kita cukup pintar dan tidak sampai membunuh hewan itu.”
Hampir seminggu sekali manajer peternakan Hume dan seorang dokter hewan, dengan diawasi petugas margasatwa, membius salah satu badaknya dan memotong kedua culanya dengan gergaji listrik. Dua puluh menit kemudian hewan tersebut kembali merumput, dan culanya yang telah ditanami mikrocip disimpan di brankas bank. Hume menolak menyebut jumlah cula yang diperolehnya sejak ia mulai panen pada tahun 2002, tetapi dengan perkiraan konservatif saja nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
Ide Hume tentang peternakan cula badak skala besar akan menjadi gagasan baru dalam praktik manajemen margasatwa inovatif yang berasal dari Afrika Selatan. Pada 1961, pejabat di Provinsi Natal merintis pemindahan badak liar ke lahan pribadi untuk menggalakkan peternakan dan meningkatkan keragaman genetis.
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR