Kami ini kelinci percobaan,” kata Fabio do Amaral, mantan pembunuh yang kini menjadi misionaris. Ia berkhotbah di gereja di Santa Marta, salah satu favela (daerah kumuh) di Rio de Janeiro. Maksudnya, warga Santa Marta termasuk dalam rencana pembersihan daerah kumuh untuk menyambut Olimpiade 2016.
Eksperimen ini dimulai pada November 2008. Saat itu, polisi operasi khusus menyerbu daerah kumuh itu, yang berupa kumpulan rumah batu bata dan batako yang menjulang bak pencakar langit reyot. Rumah-rumah di sana diselang-selingi jalan setapak dengan 788 anak tangga di tanjakan curam di bawah patung Kristus Penebus yang termasyhur.
Pada Desember, rombongan beranggotakan 112 “petugas pengamanan” tiba di Santa Marta dan menetap untuk memulihkan ketertiban dan mengusir geng. Kini tempat itu dibanjiri kru film dan tamu karpet merah seperti Madonna dan John McCain.
Dulu Frater Fabio adalah bagian dari masalah. Lahir pada 1973 di daerah kumuh, ia menjadi pembunuh bayaran yang dijuluki “Bananeira” karena mirip pohon pisang, berjalan dengan tangan di tangga favela, sementara kakinya melambai di udara.
Ia menemukan agama dengan bantuan seorang biarawati setempat, tetapi reformasi sempurna tidak terjadi dalam semalam. “Saya meyakini pertobatan bertahap,” kata Fabio. Dia mirip Mike Tyson dalam pakaian gereja: kemeja kuning lengan pendek dan celana kain nilon hitam.
Saat tidak berkhotbah, Fabio mencari para lelaki bersandal jepit dan berjari kaki retak-retak untuk mendaftarkan mereka ke kursus pelatihan buruh bangunan. Itu langkah besar bagi para lixo, bahasa Rio yang berarti sampah manusia. Sekarang perusahaan tidak takut mempekerjakan mereka. Mereka kini lebih dihormati. Tetapi, hidup mereka tetap tidak bisa dibilang mewah.
Poster di pintu masuk Santa Marta memperingatkan tentang demam berdarah, dan “jauh di atas sana hanya ada sengsara,” kata Fabio sambil menunjuk gubuk-gubuk di bukit yang tak terjangkau program sosial. Penduduknya juga masih memasak di luar rumah dengan api terbuka.
!break!
Rio memerlukan jawaban bagi persoalan ekonomi seperti upah yang rendah, transportasi umum yang buruk, pemerintah yang lemah, dan distribusi pendapatan yang timpang dalam kleptokrasi rudin. “Ini terjadi di seluruh dunia, tetapi menurut saya, di sini skalanya lebih besar,” kata José Mariano Beltrame, sekretaris negara-bagian dalam bidang keamanan masyarakat.
Beltrame adalah penggagas utama “rencana pengamanan,” yang bertujuan menduduki daerah kumuh dan mengusir geng. Ia memiliki pasukan sekitar 12.500 petugas pengamanan di 165 komunitas, untuk mengamankan Piala Dunia Sepak Bola 2014. Beltrame berharap dapat mewariskan negara sipil yang berfungsi, dengan perekonomian yang legal, setelah Olimpiade 2016.
Banyak warga optimistis yang meyakini bahwa Beltrame adalah kepala keamanan pertama yang tidak korup. “Saya mafhum bahwa kami perlu rencana, bukan pendapat,” kata Beltrame. “Solusinya, tanpa ragu sama sekali, adalah hal yang saya kerjakan ini.”
Di daerah-daerah kumuh lain yang diduduki polisi kehidupan telah membaik. Namun, orang masih curiga. Seorang frater teman Fabio, Sérgio Souza de Andrade, mengajak saya ke lantai bawah tanah gereja untuk menjelaskan. “Orang tidak ingin mengutarakannya, tetapi kecemasan terbesar kami adalah besok akan sama saja seperti kemarin,” katanya. “Nanti bagaimana setelah polisi pergi?”
Misalnya Cantagalo, favela yang berbentuk seperti amfiteater dan berpemandangan Rio yang luas, yang dikuasai penjual narkoba selama kira-kira 35 tahun. Sejak polisi mengambil alih pada Desember 2009, anggota geng tidak lagi membawa senjata secara terang-terangan. Tetapi, mungkin juga belum semuanya pergi. “Mereka ada di suatu tempat di atas,” kata Luiz Bezerra do Nascimento, ketua asosiasi komunitas, melambai ke arah puncak bukit.
“Dulu kami harus menghormati mereka karena mereka berkuasa. Sekarang saya berkata kepada mereka, ‘Kalian tidak berkuasa lagi di sini. Polisi-lah yang berkuasa.’”
Sekarang ini polisi lebih diterima, bahkan mungkin dicintai, di Cantagalo, sebagian karena upaya publisitas yang besar. Ini strategi yang sama tuanya dengan pendudukan militer, demikian menurut Kapten Leonardo Nogueira, yang memimpin unit pengamanan setempat. Dia sedang melemparkan permen ke luar jendela di markas polisi kepada sekawanan anak kecil sementara kru TV setempat merekamnya.
“Anak-anak yang tinggal di sini tanpa pengaruh narkoba akan menjadi orang yang berbeda. Kami berharap saat kembali ke sini 20 tahun lagi, mereka tidak seperti orang tua mereka,” kata Nogueira.
!break!
Boleh dibilang, tanpa geng, setiap orang harus berjuang sendiri untuk mengais rezeki. Dulu listrik di Santa Marta bisa diperoleh gratis dengan mencantol. Sekarang semua orang harus membayar tagihan. Harga properti juga melambung.
Di daerah Botafogo yang lebih mewah di dekatnya, yang dulu diteror oleh peluru liar, harga apartemen naik lebih dari dua kali lipat. Mahasiswa dan orang asing di sana ingin tinggal di rumah murah berpemandangan bagus.
Meskipun rencana pengamanan itu sukses pada tahap awal ini, kaum miskin Rio mencurigai berbagai upaya pemerintah untuk mengubah kota itu.
Sesekali amarah meledak, seperti ketika para buruh mulai membangun tembok plastik dan beton senilai jutaan dolar di sepanjang jalan raya Linha Vermelha beberapa tahun yang lalu. Para pejabat menyebutnya peredam bising, tetapi para pengkritik mengecamnya sebagai tabir kosmetik untuk menyembunyikan kali jorok di Complexo da Maré, perumahan yang dibangun di tanah rawa.
Keraguan serupa merundungi pertunjukan Olimpiade mendatang. Setengah arena dan fasilitas baru akan dibangun di Barra da Tijuca, tempat peristirahatan kelas menengah mirip Miami yang dipenuhi mobil dan mal sekitar 30 kilometer dari pusat kota. Di sini kaum miskin tidak terlalu terlihat. Anehnya, pesona cidade maravilhosa, “kota indah” yang menciptakan merek-merek bernuansa tropis dunia—penyanyi Carmen Miranda, lagu “The Girl From Ipanema”—juga tak tampak.
Seorang akademikus Spanyol bernama Jordi Borja, yang mempelajari mega-peristiwa dan pernah menjadi penasihat pemerintah kota Rio berkata, “Sebaiknya Anda memanfaatkan Olimpiade untuk memperbaiki mutu pusat kota, bukan pinggiran kota, untuk mempersempit kesenjangan di kota, dan untuk mengembangkan urbanisme yang menguntungkan kaum papa.”
Memang, cukup banyak uang yang menjangkau daerah miskin, dan berdampak positif. Di Cantagalo, dua lift menjulang yang dibungkus tabung baja warna-warni kini menghubungkan bagian tinggi daerah kumuh ke jalan. Dan Complexo do Alemão, gabungan beberapa favela campur-aduk yang menjadi benteng utama Red Command, geng terbesar Rio, baru-baru ini diramaikan oleh buruh yang didanai oleh program federal.
Mereka mendirikan beberapa ribu apartemen baru dan gelanggang olahraga. Pembangunan sistem kereta kabel luas yang mencakup seluruh perbukitan, berdasarkan sistem di Medellín, Kolombia, juga telah rampung.
!break!
Sebagian orang berharap struktur seperti itu akan menyerupai London Tube atau Brooklyn Bridge: melambangkan nilai-nilai madani, terbukanya daerah kumuh, dan kembalinya hak-hak sipil bagi semua Carioca, demikian sebutan warga Rio untuk diri mereka. Tetapi, sebagian merasa bahwa orang terlalu meremehkan Rio, jika berharap bahwa struktur buatan manusia dapat mewakili aspirasi warga kota.
Selain itu, orang yakin uang itu akan dikorupsi: City of Arts adalah contohnya. Kota yang menjadikan samba sebagai pertunjukan ini membangun kesia-siaan senilai 2,5 miliar rupiah, berupa balai musik raksasa dari beton yang suram di Barra da Tijuca. Setelah sepuluh tahun dibangun, gedung itu belum melantunkan satu nada pun.
Kota yang damai mungkin menjadi warisan terbaik Olimpiade. Dan Carnival adalah jawabannya. Carnival adalah saat untuk jungkir-balik. “Ini kota perayaan,” kata Wali Kota Eduardo Paes, “tapi kami harus mengaturnya. Carnival melambangkan kekacauan yang teratur, dan inilah yang ingin kami tiru.”
Selama pawai-pawai besar Carnival, kaum miskin berpakaian seperti raja, sosialita pantai merobek pakaian dan berpawai sebagai pengemis, serta 60.000 peserta menari samba sampai fajar. Namun, Carnival hanya setahun sekali. Lalu masa depan favela mungkin berada di tangan orang-orang seperti Frater Fabio, dengan pesannya tentang penebusan pribadi.
“Badan itu lemah, dan ruh itu kuat,” katanya. Inilah pawainya bagi manusia jelata, impiannya untuk favela yang membentuk dirinya.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR