Landas batu alami ini berisi sesajen berupa tengkorak manusia, tembikar, tengkorak anjing, tulang rusa, dan pisau bermata dua yang kemungkinan digunakan untuk kurban. Semuanya diletakkan di sana dengan rapi berabad-abad silam. Lampu-kepalanya, yang mengarah lurus ke kedalaman cenote, menampakkan tiang-tiang patah, ukiran jaguar yang menyerupai manusia, dan patung yang mirip dengan manusia batu kecil di Kuil Petarung di Chichén Itzá. Sumur ini jelas merupakan situs suci.
Sekarang, tiga tahun kemudian, de Anda dan Montero tak hanya menemukan hubungan antara matahari zenit dan Holtún, tetapi rupanya juga perannya dalam penentuan lokasi dan arah piramida El Castillo di Chichén Itzá. Pada ekuinoks musim semi, “ular” sinar matahari melata menuruni satu sisi tangga tengah di piramida itu—pemandangan yang disaksikan setiap tahun oleh ribuan wisatawan.
Sebagian berjalan kaki sebentar ke Cenote Suci yang terkenal, yang, pada abad-abad Chichén Itzá merupakan negara-kota besar, menerima banyak manusia dan sesajen berharga lain melalui mulutnya. Pagi tanggal 23 Mei, matahari, K’inich Ajaw, terbit sejajar dengan sudut timur laut piramida.
Lalu terbenam sejajar dengan tangga barat piramida dan sumur Holtún yang unik itu. Untuk mengalibrasi kalender mereka yang tersohor, bangsa Maya harus mengetahui pada hari apa saja dalam setahun ketika matahari bersinar tepat di atas kepala. Montero dan de Anda menduga bahwa di dalam sumur Holtún itu, para astronom Maya menunggu kedatangan kedua hari zenit dalam setahun, ketika tiang sinar matahari menembus air secara vertikal, tanpa memantul pada kubah.
!break!
Bagi bangsa Maya, astronomi merupakan aktivitas suci, demikian pula arsitektur dan perencanaan kota. De Anda dan Montero berpikir, cenote juga mungkin berperan penting dalam menentukan lokasi bangunan. Cenote Suci terletak di sebelah utara El Castillo.
Dua cenote lain terletak di selatan dan tenggara. Cenote Holtún, yang berada tepat di sebelah timur laut piramida, mungkin melengkapi konfigurasi belah ketupat yang digunakan warga Itzá untuk menentukan lokasi pembangunan kota suci dan sudut piramida utamanya. Jika kajian selanjutnya membenarkan semua dugaan ini, koordinat-koordinat terpenting dalam desain keseluruhan Chichén Itzá akan diketahui.
Pada hari ini, matahari menarik berkas sinarnya dan melanjutkan perjalanan. Sementara dalam suasana yang gelap kembali, mereka berdua mengobrol seru tentang pengalaman yang mereka lihat dan maknanya. “¡Un abrazo, hermano!” seru Montero, dan keduanya pun saling mendekat dalam air dan berpelukan.
Di permukaan tanah, regu petani Maya harus mengerahkan tenaga untuk menarik para penjelajah ke atas. Di sekeliling kami terdengar gemerisik ladang jagung yang sudah terlalu lama menunggu hujan, tetapi kepala regu Luis Un Ken adalah seorang optimis yang alami. “Tempo hari turun hujan lebat,” katanya. “Chaak bergerak.”
Bagi orang-orang seperti Un Ken, dewa-dewa lama masih hidup, dan Chaak, penguasa cenote dan gua, termasuk jajaran dewa terpenting. Dia menuangkan air yang disimpannya di dalam tembikar di gua-gua. Chaak berjumlah satu sekaligus banyak: Setiap guntur adalah satu Chaak terpisah yang bertindak, memecahkan kendi dan menurunkan hujan.
Setiap dewa menghuni lapisan realitas terpisah, bersama puluhan dewa yang kadang puas kadang marah, yang tinggal di 13 dunia-lain di atas dan sembilan dunia-lain di bawah. Mereka semua mengisi kehidupan bangsa Maya dengan mimpi baik, mimpi buruk, dan penampakan; kalender rumit untuk masa pertanian dan ritual kesuburan; dan panduan tegas tentang tata cara melakukan segala sesuatu.
Ketiadaan Chaak dapat menimbulkan malapetaka bagi bangsa Maya Yucatán, tragedi yang hanya dapat dipahami saat kita berdiri di tanah keras bak bulan, hamparan batu karst atau batu gamping yang tak bertepi. Hujan merembesi batu karst langsung ke lapisan air tanah, dan akibatnya wilayah itu tidak dialiri sungai atau kali. (Sebenarnya cenote adalah lubang tampung yang memanjang hingga muka air tanah.)
Hutan tropis ini renggang—pepohonan kurus dengan akar keras kepala yang beradaptasi dengan kantong-kantong tanah yang bertebaran di batu karst. Di mana ada lubang tanah yang cukup besar, bangsa Maya akan menanam jagung atau milpa, yaitu tumpang-sari jagung, kacang tanah, dan labu, yang merupakan sumber dasar protein bagi mereka. Selama ribuan tahun, petani milpa menjaga produktivitas ladang-ladang ini dengan membakar sepetak pohon lain setiap tahun, dan menanam di abu yang cocok untuk jagung.
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR