Papa Panda—yang memperoleh julukannya karena para beruang yang hendak bersalin di pusat penangkaran seolah-olah menunda persalinan mereka sampai Zhang datang dan karena pengabdiannya kepada binatang itu—mendamping Schaller turun ke lapangan. “Ketika itulah saya menyadari bahwa saya benar-benar mencintai panda,” ujarnya seraya menepuk-nepuk dada.
Saat ini, bayi-bayi panda terpilih dilatih menjalani kehidupan liar di Hetaoping. Para pawang mengenakan kostum panda lengkap berbau urine panda agar para beruang muda itu tidak terbiasa pada manusia. Bayi panda tetap didampingi oleh induknya, dan setelah berusia dua tahun, beserta induknya, ia akan terbiasa hidup di alam liar. Sekitar satu tahun kemudian, pasangan tersebut akan dipindahkan ke habitat besar berpagar di atas gunung, tempat si ibu bisa terus melatih anaknya hingga panda muda itu dilepaskan—jika ia dianggap layak hidup merdeka. Untuk memenuhi syarat itu, panda muda harus mandiri; mewaspadai hewan lain, termasuk manusia; dan mampu mencari makanan dan tempat berlindung tanpa bantuan. Tidak semua panda memenuhi syarat.
Kelayakan habitat untuk pelepasan panda juga dipertanyakan. Sejak 1970-an jumlah suaka panda di Tiongkok telah bertambah dari 12 menjadi 67. Tetapi, banyak suaka yang sangat kecil, dihuni oleh manusia, dan terpotong oleh jalan raya, lahan pertanian, dan bangunan manusia lainnya. Lebih dari sepertiga panda liar hidup atau berkeliaran di luar suaka, kata McShea dari Smithsonian.
Sisi positifnya, “perburuan liar tidak menjadi masalah di sini: Tidak ada yang berani menyentuh panda,” kata McShea. “Ini bagaikan rel ketiga di jalur kereta bawah tanah bagi para pemburu.”
Masalah lainnya masih ada, misalnya hewan ternak yang merumput di habitat panda. “Kuda dan panda sama-sama menyukai lereng yang landai dan hutan bambu; kuda juga suka memakan bambu. Maka kuda berdampak signifikan bagi konservasi panda,” kata Zhang Jindong dari China West Normal University, yang menjalan-kan penelitian di Wolong. Pada 2012 pemerintah setempat memerintahkan agar kuda dipindahkan dari hutan dan mendesak masyarakat untuk “memelihara yak dan hewan lainnya,” ujarnya. Namun kehadiran hewan-hewan itu juga mendorong panda pindah, kata-nya—“padahal ke mana lagi mereka bisa pergi?”
Beberapa tahun lagi ia mungkin akan mencari pasangan dan selama hidupnya bisa menambahkan lima atau lebih anggota ke populasi panda.
Gempa bumi besar pada 2008 menewaskan puluhan ribu manusia dan memorak-porandakan gunung. Bencana itu, yang menghancurkan sebagian wilayah Hetaoping, memicu pe-merintah mengimbau penduduk desa yang tinggal di habitat beruang untuk pindah. Pemerintah membangun serangkaian desa di dataran rendah untuk menampung banyak pengungsi dan menyatakan kemenangan bagi konservasi panda.
Li Shufang, wanita berusia 75 tahun yang saya kunjungi di rumah sederhana yang dihuninya bersama para kerabatnya, berjalan mendaki dan menuruni gunung selama beberapa jam setiap hari untuk mengurus babi dan kebun di tempat yang dahulu dihuni oleh keluarganya sebelum gempa terjadi. Ketika saya menanyakan perasaannya tentang mengalah untuk panda, dia mengumpat dengan dialek setempat, “Kenapa bukan pandanya saja yang mereka pindahkan?”
Orang-orang lainnya yang saya temui sepertinya lebih puas dengan kehidupan yang “lebih mudah” di desa, walaupun hanya segelintir yang mendapatkan keuntungan langsung dari situasi pandamania.
Untuk mengubah lahan yang telah direklamasi menjadi habitat beruang, penduduk setempat dipekerjakan untuk menanam anakan pepohonan di bekas hutan yang rusak akibat penebangan atau gempa bumi. Fokus rakyat Tiongkok adalah menanam spesies pohon yang bisa tumbuh de-ngan cepat, dengan akar yang mampu mencegah erosi. Tetapi spesies semacam itu tidak sesuai bagi habitat panda yang baik: Bambu yang pa-ling bergizi tumbuh di bawah pepohonan hutan tua, yang membutuhkan puluhan tahun untuk dewasa. Medan yang bergunung-gunung menyu-litkan penanaman berskala besar—sehingga lanskap hutan tetap terpecah-pecah, begitu pula po-pulasi panda.
Barney Long, direktur konservasi spesies di Global Wildlife Conservation, mengatakan bahwa hanya ada sembilan dari 33 subpopulasi panda yang “benar-benar layak,”dengan cukup binatang yang bisa bertahan dalam jangka waktu panjang. Perubahan iklim memperburuk keadaan: Model-model saintifik memperingatkan bahwa dalam 70 tahun mendatang, penghangatan bisa mengurangi jumlah habitat panda raksasa saat ini hingga hampir 60 persen. Setidaknya untuk saat ini, membangun kembali, menghubungkan, dan melindungi habitat mungkin masih menjadi fokus terbaik dalam konservasi panda. Lebih penting daripada jumlah bayi panda yang dihasilkan, kata Marc Brody, adalah “peluang untuk memberikan rumah bagi panda-panda muda itu.”
“Memulangkan” panda sejauh ini mem-buahkan hasil beragam. Dari kelima panda yang dilepaskan, semuanya mengenakan kalung pelacak, hanya tiga yang masih berkeliaran. Dua ditemukan tewas, salah satunya mungkin menjadi korban agresi panda jantan liar. Kehilangan itu menjadi “bencana media bagi Tiongkok,” ujar Wildt. Tetapi setiap kegagalan mendorong para ilmuwan “berusaha berpikir lebih seperti panda, supaya lebih memahami kebutuhan sejati beruang-beruang itu,” selain menyempurnakan pelatihan dan meluncurkan protokol, ujar Papa Panda.
Sebagaimana mengembangbiakkan panda, meliarkan panda “akan membutuhkan uji coba, waktu, dan uang,” kata McShea. “Tetapi Tiongkok akan berhasil.”
Papa Panda memiliki keyakinan yang sama: “Tujuan utama kami adalah melepaskan, melepaskan, melepaskan,” ujarnya. “Ada dua tugas penting dalam hidup saya sejauh ini. Mengembangbiakkan panda, yang saat ini bukan masalah lagi. Sekarang kami harus memastikan ketersediaan habitat yang baik dan menempatkan panda di sana.”
di kompleks pelatihan di Wolong, Ye Ye—betina yang menyandang nama penghormatan bagi persahabatan antara Jepang dan Tiongkok—muncul di pagar untuk mencari makanan.
Anaknya yang bernama Hua Yan (Gadis Cantik) tidak terlihat bersamanya, dan itu pertanda bagus. Kemandirian adalah kunci bertahan di alam liar—dan anak panda berumur tiga tahun itu, yang hampir menyelesaikan masa pelatihannya, akan segera dilepaskan.
Tetapi sebelumnya, anak panda lain mendapatkan gilirannya. Selama empat hari pada pertengahan November, Hua Jiao (Cantik Menawan) ditangkap, diperiksa kesehatannya untuk terakhir kali, dipasangi kalung pelacak, dimasukkan ke dalam peti, dan dipindahkan sejauh 321 kilometer menuju Suaka Alam Liziping. Area itu memiliki habitat beruang yang baik, dan populasi kecil pandanya siap menerima anggota baru.
Hari ini telah dinanti-nanti sejak dimulainya eksperimen konservasi luar biasa ini. Pelepasan Hua Jiao merupakan langkah kecil namun penting. Dengan lima anak panda lainnya di Wolong yang akan dilepaskan dalam beberapa tahun, konservasi panda sudah pasti akan terus disorot. Entah untuk kegagalan ataupun keberhasilannya, tidak ada yang bisa memastikan.
Pada pagi bulan November ini, di bawah langit biru cerah, empat orang pria mengangkat kandang Hua Jiao dari truk dan memosisikannya menghadap ke hutan. Tanpa basa-basi, seorang pawang membuka kandang. Mula-mula panda muda itu diam saja di bagian belakang, menggerogoti bambu, makanan terakhirnya dari penangkaran.
Setelah hari ini ia harus berjuang sendirian dalam segala hal. Beberapa tahun lagi ia mungkin akan mencari pasangan dan selama hidupnya bisa menambahkan lima atau lebih anggota ke populasi panda. Itu bukan angka besar, namun bagi spesies langka yang hanya berjumlah kurang dari 2.000 binatang di alam liar, setiap individu berharga.
Akhirnya, dengan sedikit bujukan dari pawang, Hua Jiao keluar, mengerjap-ngerjapkan matanya karena silau, dan menancapkan cakar-cakarnyanya ke tanah yang empuk. Kemudian, tanpa menoleh ke belakang kepada para penangkarnya dan kehidupan yang dikenalnya sejauh ini, Hua Jiao berjalan menyongsong kebebasan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR