Saya berjongkok di atas rumput meng-amati binatang yang tertatih-tatih menuju ke arah saya. Ia berumur sekitar empat bulan, sebesar bola sepak, bermata agak menonjol, selembut dan seharum bayi anjing. Dorongan untuk menggendong dan memeluknya erat-erat sungguh tidak tertahankan.
Menggemaskan adalah salah satu alasan panda raksasa menjadi sensasi dunia, selain ikon kebudayaan, bagai tambang emas dari sisi ekonomi, dan sumber kebanggaan nasional di Tiongkok—satu-satunya negara tempat beruang Asia ini masih bertahan. Saat ini seluruh dunia tengah menyaksikan upaya Tiongkok menjaga agar panda tetap lestari—yang dalam beberapa hal telah berhasil.
Seperti hewan langka lainnya, jumlah panda raksasa menurun seiring bertambahnya populasi manusia. Kendati begitu selama seperempat abad terakhir Tiongkok telah menyempurnakan metoda pengembangbiakan dan membangun penangkaran berkapasitas ratusan ekor. Tetapi, keberhasilan memelihara panda di penangkaran, di hadapan penonton yang memuja mereka, tidak menjamin spesies itu bisa bertahan di alam liar. Upaya pelestarian beruang ini selanjutnya bakal menentukan apakah panda raksasa akan menjadi relik di balik jeruji atau berkeliaran bebas di alam liar.
Panda raksasa adalah ahli adaptasi. “Manusia terbiasa mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan kita,” ujar Zhang Hemin, direktur China Conservation and Research Center for the Giant Panda, yang membawahi tiga basis panda: Bifengxia, Dujiangyian, dan Wolong. “Tetapi panda berbeda. Mereka mengubah diri mereka sesuai dengan lingkungan.”
Waktu dan kebutuhan meyelaraskan panda untuk hidup di habitat sangat spesifik. Walaupun masih bertubuh mirip kerabat karnivora mereka, beruang ini—mereka beruang sungguhan, menurut DNA mereka—memiliki taring untuk mengoyak dan enzim untuk mencerna daging. Karena terdapat jeda dalam catatan fosil, tidak jelas kapan tepatnya mereka menyimpang dari beruang lainnya. Tulang-belulang dari sebuah gua di Tiongkok menunjukkan bahwa panda raksasa yang kita kenal setidaknya telah ada sejak dua juta tahun lalu.
Kapan waktu dan apa alasan tepat panda menjadi vegetarian masih diperdebatkan, tetapi rentang waktu teramat panjang untuk beradaptasi mewariskan beberapa keunikan pada panda modern, termasuk geraham rata untuk menggerus dan tonjolan mirip ibu jari, perpanjangan dari tulang pergelangan tangan, yang mempermudah panda memegang bambu. Menariknya, mereka tidak memiliki mikroba khusus di perut untuk mencerna bambu yang merupakan 99 persen makanan mereka. Untuk mendapatkan cukup nutrisi, panda menyantap 9 hingga 18 kilogram bahan makanan nabati per hari.
Panda tidak bisa hidup di tempat sem-barangan. Namun kekhususan itu kini justru menyulitkan mereka. Dahulu penyebaran spesies ini mencakup wilayah selatan dan timur Tiongkok serta wilayah utara Myanmar dan Vietnam. Sekarang mereka hanya ditemukan di habitat gunung terpencil di Tiongkok, barangkali sekitar satu persen dari ruang lingkup wilayah hidup mereka dahulu.
Para peneliti telah mencoba menghitungnya sejak 1970-an, ketika diperkirakan terdapat sekitar 2.500 ekor panda. Angka itu turun secara dramatis pada 1980-an, sebagian karena siklus periodik alami kematian bambu.
Survei terbaru pemerintah Tiongkok, pada 2014, melaporkan keberadaan 1.864 panda di alam liar. Tetapi Marc Brody, penerima hibah National Geographic yang memprakarsai lembaga konservasi nirlaba Panda Mountain, memperingatkan. “Barangkali kita memang sudah semakin pintar menghitung panda,” ujarnya. Selain itu, sulit untuk membandingkan angka melintasi dekade karena rentang dan metoda survei semakin beragam; saat ini mereka menyertakan analisis DNA kotoran panda.
Sementara itu, Tiongkok giat mengem-bangbiakkan beruang ikonik mereka di penangkaran. Pada tahun-tahun awal (hingga akhir 1990an) upaya tersebut kebanyakan gagal, baik dalam tahap mengembangbiakkan maupun menjaga agar bayi panda tetap hidup.
Dengan bantuan dari luar negeri, Tiongkok membalikkan keadaan. Saat ini “panda merupakan salah satu binatang dalam penang-karan dengan keanekaragaman genetika terbanyak,” ujar pakar genetika Jonathan Ballou, pengembang algoritma yang kini diterapkan oleh Tiongkok dalam mengambil keputusan di bidang pengembangbiakan.
Sebagian besar tindakan diambil di Basis Panda Bifengxia, atau BFX, tempat saya mengamati bayi-bayi panda dari dekat. Para pengunjung di sini dapat melihat beruang dewasa di halaman terbuka.
Untuk memenuhi syarat itu, panda muda harus mandiri; mewaspadai hewan lain, termasuk manusia; dan mampu mencari makanan dan tempat berlindung tanpa bantuan.
Di atas bukit, tidak jauh dari arena pameran ini, berdirilah gedung khusus staf, menampung beruang-beruang yang tengah mengikuti pro-gram pengembangbiakan. Kandang-kandang di dalamnya terbuat dari beton dengan pintu berterali besi; masing-masing terhubung dengan sebuah kandang terbuka. Biasanya terdapat seekor panda betina di dalam masing-masing kandang, makan atau tidur, kadang-kadang sambil memeluk bayinya.
“Bahkan setelah bertahun-tahun, setiap kali seekor panda hamil atau melahirkan di sini, semua orang sangat gembira dan bersemangat,” kata Zhang Xin, pawang berpengalaman. “Setiap hari kami menjaga panda dewasa, bayi mereka, seberapa banyak mereka makan, seperti apa kotoran mereka, apakah suasana hati mereka bagus. Kami hanya ingin mereka sehat.”
Di kondisi ini, hampir tidak ada yang alami dalam proses produksi panda. Untuk mengatur suasana hati panda, para pengembang biak di Tiongkok mencoba menggunakan “pornografi panda”—video panda yang tengah kawin—terutama untuk memancing gairah dengan suara; apel yang ditancapkan di kayu untuk memancing panda jantan agar mau mengambil posisi menindih; obat-obatan herbal Tiongkok; bahkan Viagra dan mainan seks.
Protokol yang digunakan saat ini mencakup inseminasi artifisial, kadang-kadang dengan sperma dari dua jantan. Sebagian tantangannya adalah masa subur panda betina yang hanya sekali dalam setahun selama 24 hingga 72 jam. Ahli endokrinologi memonitor hormon-hormon dalam urine untuk memproduksi ovulasi dan bisa melakukan inseminasi beberapa kali dalam satu atau dua hari untuk memperbesar kesempatan implantasi.
Kemudian, selama berbulan-bulan, panda betina membuat para pawang menduga-duga. “Sulit untuk memastikan kehamilan seekor panda,” kata direktur BFX, Zhang Guiquan.
Panda bisa mengalami implantasi tertunda, masa kehamilan yang sangat bervariasi, fluktuasi hormon acak, dan keguguran diam-diam.
Selama jutaan tahun beruang liar mela-kukannya tanpa campur tangan manusia, berdasarkan siklus alami, penandaan aroma, panggilan kawin, dan hubungan sosial kompleks yang sebagian besar tidak ada di penangkaran.
Keartifisialan ini dan aspek-aspek lain dalam kehidupan panda-panda itu meresahkan Sarah Bexell dari University of Denver, yang telah bertahun-tahun bekerja di tempat pengembangbiakan panda lain: “Beruang sangat acuh tak acuh, terutama panda.” Mereka belajar mengelola perasaan mereka dan mungkin terlihat santai, ujarnya, “namun seandainya kita bisa duduk dan mewawancarai mereka, kita akan mendengar penjelasan yang sangat berbeda.” Ahli ekologi dari Smithsonian, William McShea, menambahkan: “Yang kita inginkan untuk mereka lakukan—pada dasarnya adalah melakukan hubungan seks di bilik telepon dengan ditonton oleh banyak orang—benar-benar berbeda dari reproduksi panda yang sesungguhnya.”
Tetap saja, Tiongkok memperoleh hasil besar. Pada 2015, 38 bayi panda dilahirkan di sana. Di bangunan taman bermain panda di pusat BFX terdapat ruang inkubator, tempat para bayi, ketika tidak sedang bersama induk asli ataupun induk pengganti mereka, mendapatkan perawatan sepanjang waktu dari manusia. Memisahkan induk dan bayinya merupakan tindakan kontroversial, tetapi jumlah bayi panda yang bertahan hidup meningkat ketika staf memberikan bayi yang lemah atau ditolak oleh induknya pada induk pengganti yang penuh kasih sayang.
“Kuda dan panda sama-sama menyukai lereng yang landai dan hutan bambu; kuda juga suka memakan bambu. Maka kuda berdampak signifikan bagi konservasi panda.”
Para pengunjung di luar menempelkan hidung dan moncong kamera ke jendela ruang inkubator, berkomentar gemas pada lima bayi panda (penampilannya seperti bola rambut) di keranjang yang diletakkan di lantai.
Liu Juan, sosok mungil dan pemalu dengan kacamata berbingkai kotak, bekerja selama 24 jam, sif keduanya pekan itu. Merawat bayi yang baru lahir, memberi mereka susu botol, mengayun-ayun, menyendawakan, menanggapi ringkikan haus perhatian, menggosok-gosok perut untuk merangsang pencernaan, menimbang dan mengukur, dan menjaga agar para balita tidak berkeliaran—“pekerjaan ini seolah-olah tanpa akhir, benar-benar gila,” ujarnya. Ada tekanan yang sangat besar, ungkapnya, untuk menjaga agar bayi-bayi itu tetap hidup. “Mereka sangat penting bagi Tiongkok.”
Sebagian besar panda di BFX akan menghabiskan kehidupan mereka di pe-nangkaran, baik di Tiongkok maupun di berbagai kebun binatang di luar negeri. Tetapi di Provinsi Sichuan, para peneliti telah memikirkan masa depan yang jauh lebih liar bagi bayi-bayi panda.
Hetaoping, basis panda yang lebih tua di dalam Suaka Alam Wolong, adalah kompleks ba-ngunan batu dan beton yang berlokasi di lembah pegunungan Qionglai Shan. Pada akhir 1970-an Tiongkok mendirikan stasiun lapangan sederhana di bagian lembah yang berhutan dan, sejak 1980, bekeja sama dengan WWF, organisasi Barat pertama yang bekerja sama di bidang pelestarian panda dengan pemerintah Tiongkok. WWF mengirim ahli biologi George Schaller untuk memimpin riset yang menjadi dasar bagi pengetahuan kita mengenai panda saat ini.
Papa Panda—yang memperoleh julukannya karena para beruang yang hendak bersalin di pusat penangkaran seolah-olah menunda persalinan mereka sampai Zhang datang dan karena pengabdiannya kepada binatang itu—mendamping Schaller turun ke lapangan. “Ketika itulah saya menyadari bahwa saya benar-benar mencintai panda,” ujarnya seraya menepuk-nepuk dada.
Saat ini, bayi-bayi panda terpilih dilatih menjalani kehidupan liar di Hetaoping. Para pawang mengenakan kostum panda lengkap berbau urine panda agar para beruang muda itu tidak terbiasa pada manusia. Bayi panda tetap didampingi oleh induknya, dan setelah berusia dua tahun, beserta induknya, ia akan terbiasa hidup di alam liar. Sekitar satu tahun kemudian, pasangan tersebut akan dipindahkan ke habitat besar berpagar di atas gunung, tempat si ibu bisa terus melatih anaknya hingga panda muda itu dilepaskan—jika ia dianggap layak hidup merdeka. Untuk memenuhi syarat itu, panda muda harus mandiri; mewaspadai hewan lain, termasuk manusia; dan mampu mencari makanan dan tempat berlindung tanpa bantuan. Tidak semua panda memenuhi syarat.
Kelayakan habitat untuk pelepasan panda juga dipertanyakan. Sejak 1970-an jumlah suaka panda di Tiongkok telah bertambah dari 12 menjadi 67. Tetapi, banyak suaka yang sangat kecil, dihuni oleh manusia, dan terpotong oleh jalan raya, lahan pertanian, dan bangunan manusia lainnya. Lebih dari sepertiga panda liar hidup atau berkeliaran di luar suaka, kata McShea dari Smithsonian.
Sisi positifnya, “perburuan liar tidak menjadi masalah di sini: Tidak ada yang berani menyentuh panda,” kata McShea. “Ini bagaikan rel ketiga di jalur kereta bawah tanah bagi para pemburu.”
Masalah lainnya masih ada, misalnya hewan ternak yang merumput di habitat panda. “Kuda dan panda sama-sama menyukai lereng yang landai dan hutan bambu; kuda juga suka memakan bambu. Maka kuda berdampak signifikan bagi konservasi panda,” kata Zhang Jindong dari China West Normal University, yang menjalan-kan penelitian di Wolong. Pada 2012 pemerintah setempat memerintahkan agar kuda dipindahkan dari hutan dan mendesak masyarakat untuk “memelihara yak dan hewan lainnya,” ujarnya. Namun kehadiran hewan-hewan itu juga mendorong panda pindah, kata-nya—“padahal ke mana lagi mereka bisa pergi?”
Beberapa tahun lagi ia mungkin akan mencari pasangan dan selama hidupnya bisa menambahkan lima atau lebih anggota ke populasi panda.
Gempa bumi besar pada 2008 menewaskan puluhan ribu manusia dan memorak-porandakan gunung. Bencana itu, yang menghancurkan sebagian wilayah Hetaoping, memicu pe-merintah mengimbau penduduk desa yang tinggal di habitat beruang untuk pindah. Pemerintah membangun serangkaian desa di dataran rendah untuk menampung banyak pengungsi dan menyatakan kemenangan bagi konservasi panda.
Li Shufang, wanita berusia 75 tahun yang saya kunjungi di rumah sederhana yang dihuninya bersama para kerabatnya, berjalan mendaki dan menuruni gunung selama beberapa jam setiap hari untuk mengurus babi dan kebun di tempat yang dahulu dihuni oleh keluarganya sebelum gempa terjadi. Ketika saya menanyakan perasaannya tentang mengalah untuk panda, dia mengumpat dengan dialek setempat, “Kenapa bukan pandanya saja yang mereka pindahkan?”
Orang-orang lainnya yang saya temui sepertinya lebih puas dengan kehidupan yang “lebih mudah” di desa, walaupun hanya segelintir yang mendapatkan keuntungan langsung dari situasi pandamania.
Untuk mengubah lahan yang telah direklamasi menjadi habitat beruang, penduduk setempat dipekerjakan untuk menanam anakan pepohonan di bekas hutan yang rusak akibat penebangan atau gempa bumi. Fokus rakyat Tiongkok adalah menanam spesies pohon yang bisa tumbuh de-ngan cepat, dengan akar yang mampu mencegah erosi. Tetapi spesies semacam itu tidak sesuai bagi habitat panda yang baik: Bambu yang pa-ling bergizi tumbuh di bawah pepohonan hutan tua, yang membutuhkan puluhan tahun untuk dewasa. Medan yang bergunung-gunung menyu-litkan penanaman berskala besar—sehingga lanskap hutan tetap terpecah-pecah, begitu pula po-pulasi panda.
Barney Long, direktur konservasi spesies di Global Wildlife Conservation, mengatakan bahwa hanya ada sembilan dari 33 subpopulasi panda yang “benar-benar layak,”dengan cukup binatang yang bisa bertahan dalam jangka waktu panjang. Perubahan iklim memperburuk keadaan: Model-model saintifik memperingatkan bahwa dalam 70 tahun mendatang, penghangatan bisa mengurangi jumlah habitat panda raksasa saat ini hingga hampir 60 persen. Setidaknya untuk saat ini, membangun kembali, menghubungkan, dan melindungi habitat mungkin masih menjadi fokus terbaik dalam konservasi panda. Lebih penting daripada jumlah bayi panda yang dihasilkan, kata Marc Brody, adalah “peluang untuk memberikan rumah bagi panda-panda muda itu.”
“Memulangkan” panda sejauh ini mem-buahkan hasil beragam. Dari kelima panda yang dilepaskan, semuanya mengenakan kalung pelacak, hanya tiga yang masih berkeliaran. Dua ditemukan tewas, salah satunya mungkin menjadi korban agresi panda jantan liar. Kehilangan itu menjadi “bencana media bagi Tiongkok,” ujar Wildt. Tetapi setiap kegagalan mendorong para ilmuwan “berusaha berpikir lebih seperti panda, supaya lebih memahami kebutuhan sejati beruang-beruang itu,” selain menyempurnakan pelatihan dan meluncurkan protokol, ujar Papa Panda.
Sebagaimana mengembangbiakkan panda, meliarkan panda “akan membutuhkan uji coba, waktu, dan uang,” kata McShea. “Tetapi Tiongkok akan berhasil.”
Papa Panda memiliki keyakinan yang sama: “Tujuan utama kami adalah melepaskan, melepaskan, melepaskan,” ujarnya. “Ada dua tugas penting dalam hidup saya sejauh ini. Mengembangbiakkan panda, yang saat ini bukan masalah lagi. Sekarang kami harus memastikan ketersediaan habitat yang baik dan menempatkan panda di sana.”
di kompleks pelatihan di Wolong, Ye Ye—betina yang menyandang nama penghormatan bagi persahabatan antara Jepang dan Tiongkok—muncul di pagar untuk mencari makanan.
Anaknya yang bernama Hua Yan (Gadis Cantik) tidak terlihat bersamanya, dan itu pertanda bagus. Kemandirian adalah kunci bertahan di alam liar—dan anak panda berumur tiga tahun itu, yang hampir menyelesaikan masa pelatihannya, akan segera dilepaskan.
Tetapi sebelumnya, anak panda lain mendapatkan gilirannya. Selama empat hari pada pertengahan November, Hua Jiao (Cantik Menawan) ditangkap, diperiksa kesehatannya untuk terakhir kali, dipasangi kalung pelacak, dimasukkan ke dalam peti, dan dipindahkan sejauh 321 kilometer menuju Suaka Alam Liziping. Area itu memiliki habitat beruang yang baik, dan populasi kecil pandanya siap menerima anggota baru.
Hari ini telah dinanti-nanti sejak dimulainya eksperimen konservasi luar biasa ini. Pelepasan Hua Jiao merupakan langkah kecil namun penting. Dengan lima anak panda lainnya di Wolong yang akan dilepaskan dalam beberapa tahun, konservasi panda sudah pasti akan terus disorot. Entah untuk kegagalan ataupun keberhasilannya, tidak ada yang bisa memastikan.
Pada pagi bulan November ini, di bawah langit biru cerah, empat orang pria mengangkat kandang Hua Jiao dari truk dan memosisikannya menghadap ke hutan. Tanpa basa-basi, seorang pawang membuka kandang. Mula-mula panda muda itu diam saja di bagian belakang, menggerogoti bambu, makanan terakhirnya dari penangkaran.
Setelah hari ini ia harus berjuang sendirian dalam segala hal. Beberapa tahun lagi ia mungkin akan mencari pasangan dan selama hidupnya bisa menambahkan lima atau lebih anggota ke populasi panda. Itu bukan angka besar, namun bagi spesies langka yang hanya berjumlah kurang dari 2.000 binatang di alam liar, setiap individu berharga.
Akhirnya, dengan sedikit bujukan dari pawang, Hua Jiao keluar, mengerjap-ngerjapkan matanya karena silau, dan menancapkan cakar-cakarnyanya ke tanah yang empuk. Kemudian, tanpa menoleh ke belakang kepada para penangkarnya dan kehidupan yang dikenalnya sejauh ini, Hua Jiao berjalan menyongsong kebebasan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR