Patrick McGovern mengakui adanya ketidakpastian itu, tetapi tetap berpendapat bahwa teori bir-sebelum-roti itu kokoh. Pada 2004 dia menerbitkan bukti keberadaan minuman yang dibuat dari beras, buah hawthorn, madu, dan anggur liar di Jiahu, sebuah situs di Tiongkok yang hanya beberapa ribu tahun lebih muda daripada Göbekli Tepe. Penduduk di sana baru saja beralih ke bertani. Namun, kombinasi bahan itu, plus kehadiran asam tartarat, ciri kimia utama minuman anggur, meyakinkan McGovern bahwa petani Jiahu sudah membuat minuman campuran yang canggih: Ini bukti tertua tentang bir, anggur, dan bir madu, sekaligus di satu tempat.
“Domestikasi tumbuhan didorong oleh keinginan untuk memiliki minuman beralkohol lebih banyak,” kata McGovern. “Alkohol bukan satu-satunya faktor yang memajukan peradaban, tetapi memegang peran penting.”!break!
Minum Alkohol untuk Kesehatan
Minuman beralkohol, seperti pertanian, diciptakan di berbagai tempat secara terpisah, mungkin di setiap benua kecuali Antartika. Selama seribu tahun, hampir setiap tumbuhan yang mengandung gula atau pati telah digunakan untuk fermentasi. Seolah untuk membuktikan bahwa keinginan minum alkohol tidak mengenal batas, bangsa nomad Asia Tengah mengatasi ketiadaan buah dan biji-bijian di stepa mereka dengan memfermentasi susu kuda. Hasilnya, kumis, adalah minuman bercita rasa tajam dengan kandungan alkohol rendah.
Alkohol mungkin menimbulkan kenikmatan psikis dan wawasan spiritual, tetapi itu belum cukup untuk menjelaskan betapa meluasnya keberadaannya di dunia kuno. Orang minum alkohol karena alasan yang sama primata makan buah terfermentasi: karena alkohol menyehatkan bagi mereka. Ragi menghasilkan etanol sebagai bentuk perang kimia—etanol itu beracun bagi mikrob lain yang bersaing dengan ragi untuk memperoleh gula di dalam buah. Efek antimikrob ini bermanfaat bagi peminumnya. Ini menjelaskan mengapa bir, anggur, dan minuman fermentasi lain, setidaknya sampai munculnya sanitasi modern, biasanya lebih sehat untuk diminum daripada air.
Terlebih lagi, saat memfermentasi gula, ragi tak hanya membuat etanol. Ragi membuat segala macam zat gizi, termasuk vitamin B seperti asam folat, niasin, tiamina, dan riboflavin. Alkohol kuno mengandung zat gizi ini lebih banyak daripada alkohol zaman sekarang yang disaring dan dipasteurisasi. Setidaknya di Timur Dekat kuno, bir menjadi semacam roti cair bergizi, yang menjadi sumber kalori, air, dan vitamin penting.
Di Tall Bazi, situs di Suriah utara, penggalian oleh orang Jerman mengungkap sekitar 70 rumah yang menghadap ke Sungai Efrat yang ditinggalkan di tengah kebakaran mendadak hampir 3.400 tahun silam. Bencana itu menjadi berkah bagi arkeolog: Akibat kebakaran, warga Tall Bazi terpaksa menyelamatkan diri ketika sedang melakukan kegiatan sehari-hari, seperti memasak. Maka, kebakaran itu mengabadikan suatu momen kehidupan sehari-hari kota itu.
Di setiap rumah, biasanya di dekat pintu masuk, penggali menemukan kendi lempung sebesar 200 liter yang diletakkan di dalam lantai. Analisis kimia—oleh Zarnkow lagi—menunjukkan sisa barli dan kerak tebal oksalat di kendi itu. Boleh dibilang, setiap rumah di Tall Bazi memiliki pabrik bir mini masing-masing.
Pada 3150 SM, jauh sebelum kebakaran yang memusnahkan Tall Bazi itu, bangsa Mesir kuno sudah lebih maju melebihi pembuatan bir rumahan: Mereka sudah mengoperasikan pabrik bir berskala industri, yang kelak digunakan untuk menyediakan bir bagi pekerja yang membangun piramida besar di Giza. Bir merupakan keperluan pokok di Mesir sehingga anggota kerajaan dikuburkan bersama pabrik bir miniatur sebagai penawar haus di akhirat. Di Babilonia kuno, bir begitu penting, sehingga sumber-sumber dari 500 SM mencatat adanya puluhan jenis, termasuk bir merah, bir pucat, dan juga bir gelap.
Menurut Adelheid Otto, arkeolog di Ludwig-Maximilians-Universität di München yang merupakan salah satu pemimpin penggalian di Tall Bazi, zat gizi yang dihasilkan fermentasi pada biji-bijian masa lalu memungkinkan peradaban Mesopotamia berkembang, menyediakan vitamin dasar yang tidak terkandung dalam pola makan masa itu yang sangat buruk. “Mereka makan roti dan bubur barli, plus mungkin sedikit daging saat pesta. Mereka sangat kekurangan gizi,” katanya. “Tetapi, begitu ada bir, mereka mendapat semua zat gizi yang diperlukan untuk berkembang dengan sangat baik. Saya yakin inilah sebabnya budaya tinggi pertama muncul di Timur Dekat.”!break!
Selalu Berlebihan
Lalu, tentu saja, ada sisi lain cerita ini. Sepanjang sejarah, banyak orang rela melakukan banyak hal demi bermabuk-mabukan.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR