David mengembangkan Caversham tak sekedar untuk atraksi wisata. Dia melakukannya dengan semangat pelestarian dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara Australia. Pelajaran Davidini mengantar saya tatkala menyudahi penjelajahan Caversham Wildlife Park. Saya pun mendamba untuk bisa kembali lagi. !break!
Alunan rancak lagu Waltzing Matilda menyemarakkan kedatangan tim National Geographic Travelmate pada pagi yang cerah. Rasanya mendengarkan lagu nasional tak resmi Australia ini, saya langsung luruh pada nuansa yang pas sebuah area penjelajahan. Latar lagu Waltzing Matilda identik dengan Benua Australia yang memiliki lahan pertanian luas dan semak belukar. Caversham Wildlife Park terletak di lingkungan Whiteman Park yang didominasi lanskap semak dan dikelilingi kebun anggur Swan Valley. David Thorne, pemilik Caversham, menyambut kami dengan penuh candaan nan ramah.
Caversham Wildlife Park dirintis David sebagai usaha keluarga sejak tahun 1987. Ia mengembangkan Caversham dengan penuh renjana hingga sekarang punya koleksi 300 spesies fauna. Atraksi Caversham sanggup menarik wisatawan dari seluruh dunia dan menjadikannya sebagai destinasi favorit di Western Australia. Saya menjumpai wisatawan dari berbagai bangsa berkunjung ke lokasi yang berjarak 23 km dari pusat kota Perth. Tak terkecuali dari Timur Tengah dan negara-negara muslim lainnya.
“Kami satu-satunya obyek wisata di Australia yang punya toilet ramah untuk muslim” ungkap David yang selanjutnya mengejutkan kami dengan memberi tahu posisi kiblat.
Bethany Maglashan memandu kami berjalan melalui setapak yang dikeliling pepohonan eukaliptus dan sangkar-sangkar burung. Dara enerjik ini menunjukkan burung Laughing Kookabura yang dikenal suaranya seperti orang tertawa.Lalu, ia menunjukkan beragam jenis kakatua, seperti Gang Gang Cockatoo yang memiliki kepala dan jambul merah. Area burung khas Australia ini hanya selintas saja disambangi karena saya akan menuju arena kangguru, hewan ikon Australia.
Di tengah hamparan rumputan, puluhan hewan marsupial Australia berkumpul bersama keceriaan anak-anak, remaja, orang dewasa serta orang tua. Berbaur akrab yang dikawani canda tawa. Saya turut bergabung memberi makan, mengelus dan berfoto bersama dengan aneka kangguru, wallaby dan wallaro – yang mana saya tak tahu perbedaan persisnya. Hewan-hewan ini meloncat-loncat, mendekat kepada siapapun yang memberinya pakan. Caversham Wildlife Park melekatkan pengalaman yang sahih menjangkau dasar sanubari orang melancong ke Australia: berinteraksi sedekat mungkin dengan kangguru.
Langkah saya kini menuju arena Farm Show yang dipanggungkan pada pukul 10.00. Namun, Bethany mengajak dulu untuk menyapa Ilama dan Alpaca, fauna asal Amerika Selatan. Selain hewan khas Australia, Caversham juga menghadirkan hewan unik dari seantero dunia yang memiliki iklim mirip seperti Australia. Di hadapan kandang Ilama dan Alpaca, ada kelinci, marmut dan marsupial kecil lainnya yang berperangai sungguh menggemaskan. Di zona ini, juga dijumpai aneka ular mematikan dan reptil khas Australia yang diletakkan pada kandang yang aman. !break!
Farm Show dimulai. Saya memilih menonton dari deretan tribun paling atas. Jack dilepaskan.Ia berlari ke ladang menggiring sekawanan domba. Anjing ini gesit dan efektif.Tak perlu waktu lama sekawanan domba telah masuk kandang di arena Farm Show. Tugas Jack selesai, kini giliran pemandu menunjukkan cara pencukuran bulu domba ala peternakan Australia. Selanjutnya ia mengajak seorang penonton untuk bergaya ala koboi. Pecut panjang dilemparkan, tapi tak berhasil bersuara memecah udara. Meski gagal, apresiasi tetap diberikan. Di Farm Show, anak kecil juga ambil bagian dengan merasakan pengalaman menyusui anak-anak domba.
Beruntung saya bisa menikmati Farm Show yang dihelat tiga kali sehari. Saya jadi mafhum sekilas tradisi peternakan dan pertanian di Benua Australia. Menjadi peternak dan petani adalah bagian dari kebanggaan bangsa Australia. Dengan hamparan lahan yang luas, pertanian dan peternakan adalah mata pencaharian yang menyejahterakan. Iringan lagu Waltzing Matilda mengkhiri pertunjukan sambil dikawani applaus gempita dari para pengunjung.
Mari berpindah ke panggung Big Bubs. Inilah hewan favorit Bethany. Wombat berbobot 30 kg tampak malas saat digendong Luke, pawangnya. Marsupalia asli Australia ini seperti tak tertarik untuk menyapa saya. Big Bubs menjadi antusias tatkala diajak berfoto bersama.
Baiklah, saya lebih baik berjumpa koala. Di Australia saja, melihat fauna yang biasa menempel di pohoh dari jarak sangat dekat merupakan kesempatan langka. Caversham mengakomodasi keinginan setiap pengunjung dengan meletakkan koala pada area khusus. Sebagian besar koala masih tidur lelap. Yang sudah bangun, saya dekati dan sentuh dengan balik telapak tangan. Tampaknya, dia tak acuh dengan tetap memeluk pohon sambil memakan daun eukaliptus, favoritnya.
Caversham Wildlife Park sukses melunasi rasa penasaran saya melihat dan bercengkerama dengan fauna khas Australia. Selama ini, saya hanya melihat mereka dari simbol-simbol merek yang disebarkan Australia ke seluruh dunia. Keunikan hewan khas Australia memang tak akan ditemui di daerah lain, kecuali di kebun binatang. Di sini, saya mengapresiasi David untuk menampilkan hewan khas Australia pada satu wadah yang bisa dinikmati dalam beberapa jam.
“Semua hewan Australia harus dilestarikan. Semua hewan adalah milik negara dan kita adalah pengurusnya.” ungkap David.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR