Masyarakat Liya Mawi, Pulau Wangiwangi, Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara mengeluhkan maraknya penambangan batu karang di laut mereka. Pasalnya, penambangan tersebut mengganggu produksi rumput laut yang merupakan mata pencarian utama mereka.
“Kami ini sudah setengah mati,” kata Lawiu, seorang petani rumput laut yang mengobrol dengan National Geographic Indonesia pada saat berkunjung ke Wakatob pada Kamis (28/10)i. Sebagai alternatif, warga Liya Mawi saat ini mencari uang dengan menjual kayu.
Saat ini, ada 52 penambang yang tercatat oleh pemerintah setempat dan pemerintah sudah mengimbau agar penambangan tidak diteruskan. Warga Liya Mawi, seperti dijelaskan Lawiu, sebetulnya sudah memberikan area khusus untuk para penambang. “Tapi tetap saja mereka mengambil dari tempat kami,” katanya.
Warga Liya Mawi sejak tahun 2005 menerapkan hukum adat terhadap para penambang yang melanggar. Sekarang ini, mereka menyita kapal-kapal para penambang yang berhasil mereka pergoki. Warga sudah menerapkan patroli 24 jam sehari. “Kami tangkap siang hari, mereka datang malam hari. Jadi, kami jaga sepanjang hari,” kata seorang warga yang ikut mengobrol.
Bupati Wakatobi, Ir. Hugua, yang ditemui pada waktu yang berbeda, Jumat (19/10) mengaku sudah mengetahui masalah ini. Pemerintahannya pun sudah memperoleh laporan dari Warga Wangiwangi. Hanya saja, aparat dan pihak berwajib lainnya sulit bergerak karena sekarang ini masalah sudah diatasi masyarakat secara adat. “Saat ini kapal dan mesin yang disita. Selanjutnya, warga Liya Mawi berencana menangkap orangnya,” menurut salah satu wartawan loka yang turut menemui bupati.
Rumput laut merupakan salah satu hasil produksi terbesar di Wakatobi, selain ikan. Menurut data yang diberikan bupati, produksi rumput laut dalam satu musim mencapai 9.000 ton. Satu musim berlangsung selama tiga bulan.
Beradaptasi dengan Zaman, Tokoh Pemuda Wewo Sadar Kebutuhan Energi Ramah Lingkungan
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR