Dikutip dari Wikipedia, jabat tangan merupakan ritual pendek di mana dua orang saling menggenggam tangan kanan atau kiri mereka, dan seringkali disertai oleh sentakan kecil pada tangan yang tergenggam. Umumnya jabat tangan dilakukan saat orang memberi salam dalam suatu pertemuan tertentu--baik di awal maupun akhir pertemuan--mengucapkan selamat, memberi apresiasi, serta membuat persetujuan. Jabat tangan biasa dilakukan pula saat berkenalan dengan orang yang pertama kali dijumpai.
Dengan berjabat tangan, niat baik ditujukan kepada pihak yang tangannya dijabat. Secara implisit, jabat tangan mengirimkan isyarat keterbukaan. Kebiasaan itu menjadi sebentuk komunikasi nonverbal. Oleh karena itu, pada beberapa budaya, orang yang menolak jabatan tangan tanpa alasan bisa dikatakan kurang sopan.
Tradisi jabat tangan juga adalah salah sebuah perlambang cara komunikasi tertua, yang telah ada dalam berbagai tradisi kebudayaan dunia berabad-abad silam.
Ragam salam
Meski demikian, jabat tangan hanyalah salah satu cara memberi ungkapan salam. Beberapa cara lain yang sama universalnya seperti lambaian tangan, ciuman pipi, high-five, dan menepuk bahu. Tetapi selain itu, di dalam khazanah kebudayaan bangsa-bangsa dunia masih terdapat banyak sekali ungkapan gerak tubuh unik yang digunakan sebagai simbol pemberian salam.
Contohnya saluto romano, gestur lengan dipegang lurus ke depan, dengan telapak tangan menelungkup dan jari-jari menyentuh. Ini merupakan tradisi Roma kuno. Sayangnya kultur ini kemudian dianggap identik dengan gerakan fasisme Italia sehingga dihapuskan setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Ada pula ungkapan salam namaste, berasal dari India dan Nepal. Ungkapan ini sangat khas, yakni dengan membungkukkan tubuh sedikit, dengan tangan tertangkup di depan dada sambil berucap, "Namaste.."
Salam sangat penting dalam hal percakapan. Salam mengawali dan menutup percakapan. Salam yang baik berarti awal yang baik, dan sebaliknya. Maka tradisi salam layak dilestarikan, terutama tradisi-tradisi yang memiliki unsur kekhasannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR