Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku perdagangan ilegal harimau masih jauh dari sanksi maksimum yang ditetapkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Menurut undang-undang tersebut, denda maksimum untuk perdagangan ilegal harimau adalah 100 juta rupiah.
Denda sejumlah itu nyatanya belum pernah diterapkan. Berdasarkan 21 kasus antara Januari 2008 hingga Februari 2010 yang terdata oleh Wildlife Conservation Society Indonesia, denda tertinggi yang pernah dijatuhkan dalam periode itu hanya lima juta rupiah. Hukuman maksimum penjara atas perdagangan ilegal macan adalah lima tahun. Tapi, kebanyakan hukuman dalam periode 2008-2010, diberikan tidak lebih dari 1,5 tahun. Memang, ada dua dari 21 kasus itu yang dihukum dua dan delapan tahun bui.
TRAFFIC, jaringan pengawas margasatwa yang berbasis di Inggris, melakukan studi dengan melacak tinggalan kerangka macan di 11 dari 13 negara yang memiliki populasi hewan loreng ini. Dari pelacakan itu, TRAFFIC memperkirakan terjadi penangkapan antara 1.069 hingga 1.220 macan sejak Januari 2000 sampai April 2010. TRAFFIC menyatakan kalau jumlah penangkapan sebenarnya mungkin lebih besar.
Dalam daftar yang dibuat TRAFFIC, Indonesia menduduki posisi keempat dalam penangkapan harimau secara ilegal, setelah India, China, dan Nepal. Dalam kurun waktu penelitan, TRAFFIC menemukan 36 harimau Indonesia ditangkap secara ilegal untuk diambil bagian tubuhnya. Mereka juga menemukan peningkatan penangkapan ilegal di Indonesia.
Akhir bulan ini, tanggal 21-24 November, Tiger Summit akan digelar di St. Petersburg, Rusia. Pertemuan ini berusaha menggandakan jumlah macan di dunia saat ini pada 2022. Pertemuan ini akan melibatkan International Consortium on Combating Wildlife Crime (ICCWC). Forum yang akan dibuka oleh Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin ini mengharapkan agar 13 negara yang memiliki populasi macan dapat ikut serta.
Penulis | : | |
Editor | : | Reza Wahyudi |
KOMENTAR