Mereka menemukan, bahwa infeksi varian awal pada tahun 2020 menghasilkan antibodi berkelanjutan, tetapi tidak seefektif terhadap varian virus yang ada saat ini. Para ilmuwan mempublikasikan laporannya di PLOS Medicine pada Selasa (06/07/2021). Penelitian itu berjudul, SARS-Cov-2 Neutralizing Antibodies: Longevity, Breadth, and Evasion by Emerging Viral Variants.
Kelompok penelitian itu menganalisis serum dari 233 orang yang terjangkit virus corona selama tujuh bulan. Serum individu yang terinfeksi virus menarik diteliti, lantaran itu merupakan bagian dari darah kita yang mengandung informasi penting terkait sistem kebelana tubuh kita.
Analisis serum memungkinkan para ilmuwan untuk membuat garis waktu terperinci tentang tingkat 'antibodi penetralisir' yang bermunculan akibat infeksi Covid-19. Selain iut, anqalisis ini membantu para ilmuwan mengetahui apakah ada kekebalan jangka panjang yang terjadi.
Antibodi yang bisa menetralisir adalah bagian dari garda terdepan perlindungan dalam sistem kekebalan kita. Mereka muncul akibat dipicu infeksi dan vaksinasi, yang bertugas untuk melindungi sel yang biasanya menjadi target patogen agar tidak terinfeksi.
Baca Juga: Pertama Kalinya, Seorang Pasien Diketahui Terinfeksi Dua Varian Corona
Tingkat respon antibodi penetralisisr ini dapat menjadi ciri yang menentukan seberapa efektif sesungguhnya tubuh kita saat melawan penyakit.
Ternyata, dalam penelitian ini, dari 233 orang yang dianalisis terdapat kalangan 'penanggap super' yang langka, dan diidentifikasi sebagai pengecualian. Mereka adalah yang memiliki tingkat antibodi yang stabil dan kuat melawan semua varian Covid-19, tulis para ilmuwan.
Dikutip dari SciTechDaily, para ilmuwan mengatakan kelompok ini terbukti berguna untuk menyelidiki potensi plasma penyembuhan. Sehingga dapat diartikan, penyembuhan yang lewat plasma darah dari yang sudah sembuh untuk didonorkan ke pasien kronis yang dianggap tidak efektif, bisa diselidiki lebih lanjut.
Selain itu, donor utama dapat dilihat dengan cermat dan antibodi kelompok 'penanggap super' ini dikloning untuk penggunaan terapeutik di masa depan.
Baca Juga: Alfa hingga Delta: Bagaimana Bisa Virus Corona Memiliki Banyak Varian?
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | SciTechDaily |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR