Nationalgeographic.co.id - Baik astronaut atau penyelam laut dalam, membutuhkan helm kaca yang berfungsi menjadi wadah mereka bernapas lebih lama di tempat yang hampa udara.
Sebenarnya udara atau oksigen yang ada di helm itu berasal dari pasokan yang mereka bawa. Pasokan itu bisa diisi oleh tim di dalam pelabuhan atau bandara tempat lepas landasnya pesawat luar angkasa.
Kemudian alat itu, ketika diaktifkan mengantarkan oksigen ke helm kaca, agar mereka bisa bernapas lega sambil melihat pemandangan sekitar. Tapi bagaimana jika helm dan alat pernapasan serupa ternyata dimiliki makhluk lain berkat kecerdasan mereka?
Beberapa kadal kecil yang baru ditemukan, ternyata memiliki kemampuan seperti itu, berdasarkan laporan di Current Biology (Vol 31, Issue 13), Senin (12/07/2021).
Di dalam air, kadal seperti spesies Anolis yang terancam punah itu dapat menghirup kembali udara. Ketika ada di atas permukaan, mereka mulai mengumpulkan udara dan menyimpannya lewat gelembung di moncong mereka.
"Seperti yang dapat dikatakan siapa pun yang pernah bertemu dengan salah satu kadal ini, mereka menyelam di bawah air saat merasa terancam," ujar Chris Boccia, penulis utama makalah yang berjudul Repeated evolution of underwater rebreathing in diving Anolis lizards itu.
"Mereka juga bisa diam sebentar—hingga 18 menit berdasarkan hitungan saya," tambahnya di Science News.
Saat ini, Boccia adalah mahasiswa PhD di Canada’s Queens University. Lima tahun lalu saat dia masih menjadi mahasiswa master di University of Toronto di bidang biologi evolusioner, ia mendapat cerita dari profesornya, Luke Mahler tentang fenomena ini.
Mahler pada 2009 mempelajari spesies kadal Anolis ini di Karibia Haiti. Suatu ketika, ia melepaskannya kembali ke sungai yang jernih dan dangkal. Dia melihat perilaku yang aneh, kadal itu menghembuskan udara di sekitar moncongnya ketika menempel di dasar sungai yang berbatu.
Baca Juga: Spesies Baru Kadal Ditemukan Setelah Sebelumnya Diduga sebagai Burung
Kemudian kadal itu berulang kali menghirup dan menghembuskan nafas dari gelembung itu.
Namun Mahler tidak bisa mempelajari lebih lanjut kadal spesies Anolis ini, dia harus melanjutkan penelitiannya yang sedang berjalan ke situs lain. Bertahun kemudian, barulah diceritakan pada Boccia, dan dirinya pun turut dalam makalah yang meneliti perilaku kadal tersebut.
Demi mencari kadal yang seperti itu, Boccia dan tim penelitiannya harus terbang ke Kosta Rika.
Tantangan yang harus dihadapi Boccia dan tim tidak hanya karena kadal spesies yang ukurannya hanya mencapai 11 sentimeter (tidak termasuk ekornya). Tetapi untuk menangkapnya, para peneliti harus keluar di malam gelap, ketika kadal sedang beristirahat.
"Melakukan ini ketika mereka sedang tidur membuat stres mereka berkurang, [sehingga] lebih mudah buat kami menangkap mereka" terangnya.
Mereka mengumpulkan 150 kadal, 120 di antaranya yang berada di dekat sungai, sisanya berlokasi jauh dari sungai, dan sudah termasuk beberapa spesies yang terkait Anolis.
Selanjutnya para peneliti mengamati perilaku bernapas mereka di bawah air di kamp penelitiannya. Mereka sudah menyiapkan wadah berisi air sungai untuk mencelupkan para kadal ini di dalamnya.
Masing-masing dari tim selanjutnya memegang mereka di bawah air dengan longgar, agar para kadal itu bisa muncul ke permukaan saat ingin mengambil pasokan udara.
Ketika sedang di dalam air, semua kadal ini membawa gelembung udara di sekitar moncongnya. Seperti yang dikisahkan profesornya, para kadal ini tampak menarik dan menghembuskan napas lewat gelembung itu. Sedangkan kadal darat menghirup gelembung beberapa kali, tetapi tidak banyak bernapas, berbeda dengan kerabat mereka yang tinggal di sungai yang lebih sering dan terendam lebih lama.
Terkait bagaimana udara bisa terperangkap oleh kadal, Boccia dan tim menulis, kulit kadal yang tahan airlah yang menjadi faktornya. Ketika para kadal ini menyelam di dalam air, lapisan tipis udara kemungkinan terperangkap di kulitnya.
Baca Juga: Dia yang Sedang Mekar, Habitat Kadal Purba yang Kerap Terlewat
Ketika kadal menghembuskan napas, udara keluar lewat lubang hidung dan memperluas lapisan udara yang terperangkap sehingga menjadi gelembung. Paru-paru mereka kemudian berfungsi untuk mengontrol ukuran gelembung.
Mereka juga menghitung kadar udara dalam gelembung, dan ternyata lambat laun jumlah oksigennya pun turut berkurang. Para peneliti belum mengetahui bagaimana para kadal itu bisa bernafas dengan menurunnya kadar oksigen tersebut.
“Butuh banyak latihan untuk melakukannya tanpa mengganggu mereka,” ujar Boccia.
Sebagai asumsi sementara, dia memperkirakan aktivitas kimia di dalam tubuh itu melambat, sehingga mendukung sel dan organ bekerja untuk mengontrol kadar oksigen. Hal itu ditandai dengan mata mereka yang tertutup seperti sedang tidur, yang diperkirakan dapat mengurangi kebutuhan mereka akan oksigen supaya bisa tinggal di dalam air lebih lama.
Baca Juga: Bagaimana Krisis Oksigen di Gelombang Kedua Pagebluk Bisa Terjadi?
Source | : | Science News for Students |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR