Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club (JAC)mengamati dan merekam fenomena tersebut dari markas JAC di Gejayan, Yogyakarta dengan menggunakan teleskop.
Hasil rekaman ditampilkan dalam akun Facebook-nya. Ia mengatakan, "Sebenarnya ini fenomena alam biasa. Kalau dilihat dengan mata telanjang juga tidak akan ada bedanya. Itu mirip seperti membedakan celana ukuran 34 dan 36, kalau tidak dekat melihatnya juga nggak akan kelihatan."
Sebenarnya ia merencanakan untuk menggelar "nonton bareng" bersama anggota JAC dan masyarakat. Sayangnya, seperti yang terjadi di Jakarta, Yogyakarta pun dilanda hujan lebat disertai petir. Akhirnya, rencana tersebut pun batal dan akhirnya ia melakukan pengamatan sendirian.
"Akhirnya saya pengamatan sendiri jam 2. Sempat saya rekam juga," katanya. Ketika menggunakan teleskop, perbedaan ukuran barulah terlihat. Menurut publikasi NASA, ukuran Bulan saat perigee (di titik terdekat dari Bumi) hanya 14% lebih besar dibandingkan saat apogee (di titik terjauh dari Bumi).
Mutoha mengatakan, hasil foto dan rekaman yang diambil semalam bisa menjadi bukti otentik ukuran Bulan saat perigee. "Nanti akan kita ambil juga pada saat apogee. Dengan fotometri nanti kita bisa bandingkan ukurannya," kata Mutoha saat dihubungi via telepon hari ini (20/3).
Meski semalam merupakan Purnama dan perigee, tak berarti permukaan Bulan tampak lebih jelas. "Justru purnama adalah saat paling tidak bagus untuk observasi. Kawah Bulan justru sulit terlihat," ungkapnya. Jadi, dengan teleskop sekalipun, yang bisa dinikmati hanya ukurannya yang lebih besar.
Meski merupakan fenomena biasa, Mutoha mengatakan bahwa Supermoon bisa menjadikan astronomi semakin banyak peminatnya. Bagi yang tak sempat menyaksikannya, berikut merupakan hasil rekaman Mutoha. Karena cuaca sedang tak baik, maka sesekali Bulan tampak tertutup awan tipis. (Yunanto Wiji Utomo)
KOMENTAR