Nationalgeographic.co.id - Situs Catalhoyuk di Anatolia, Turki, sudah sejak lama diteliti para arkeolog, paleontolog, dan sejarawan. Situs itu sempat dihuni oleh manusia purba sekitar 7.100 hingga 6.000 SM atau selama zaman Neolitikum.
Yang menjadi menarik dari situs ini bagi ilmuwan di seluruh dunia adalah ukurannya yang luas, dan diyakini sebagai salah satu pusat kota pertama di dunia dengan kepadatan penduduk tinggi pada masanya. Hal itu dibuktikan dengan adanya atap dan dinding yang memiliki gambar rumit di dalamnya.
Peninggalan arkeologis lainnya yang ditemukan sejak lama adalah sisa-sisa tanaman yang hangus, berbagai artefak batu, dan alat yang digunakan untuk bertani.
Terkait kemajemukannya masyarakat di sekitar Catalhoyuk, dan temuannya yang cukup banyak, para peneliti dari Pompeu Fabra Univesity Culture and Socio-Ecological Dynamics, dan University of Leicester ingin mengetahui bagaimana kebiasaan mereka di bidang pertanian kuno.
Kelompok penelitian itu menulis laporannya, A microbotanical and microwear perspective to plant processing activities and foodways at Neolithic Çatalhöyük di PLOS One, Juni lalu. Mereka menemukan gambaran secara dinamis tentang penggunaan, dan pentingnya sumber daya tanaman liar oleh penduduk Catalhoyuk di masa lalu.
Kelompok studi itu dipimpin oleh Carlos G. Santiago-Marrero, peneliti pradoktoroal dari Pompeu Fabra Univesity. Santiago-Marrero dan tim menggunakan pendekatan inovatif yang menganalisis sisa-sisa mikroskopis atau mikrobotani yang diambil dari peralatan purba.
Para peneliti meyakini, situs ini menjadi adalah sisa-sisa peradaban pertanian tertua umat manusia.
Dalam laporan mereka, ada banyak yang diketahui dari praktik pertanian dan penggunaan sumber daya tanaman, dan tidak hanya di Catalhoyuk, tetapi di pemukiman arkeologi lainnya.
Baca Juga: Pedang Kuno Turki Berusia Ribuan Tahun Ditemukan di Biara Venesia
Namun, sisa-sisa di situs tersebut terjadi karena ada aktivitas manusia yang dilakukan, baik karena memasak makanan, atau karena kebakaran yang tidak sengaja. Temuan inilah yang menjadi gambaran terbatas terkait uniknya penggunaan sumber daya tumbuhan di masa lalu yang para peneliti perdalami.
"Kami menemukan sisa-sisa yang terperangkap di lubang dan celah artefak batu ini yang berasal dari waktu digunakan," tulis para peneliti di laporannya. "Dan kemudian melakukan studi sisa mikrobotani. Kemudian, mengungkapkan jenis tanaman apa yang telah diproses dengan artefak ini di masa lalu."
Di antara sisa-sisa yang mereka amati, mereka menemukan fitolit yang merupakan endapan silika opal di sel tanaman dan dinding sel. Para peneliti menulis, keberadaannya menjadi bukti petunjuk keberadaan bagian anatomi tanaman, seperti batang, gandum, dan jelai, yang sudah dipahami masyarakat.
Baca Juga: Arkeolog Singkap Ritual Pemakaman Nenek Sihir dan Bekal Kuburnya
Sisa lain yang ditemukan juga pada pati yang memiliki senyawa glukosa yang digunakan oleh tanaman untuk menyimpan energi. Jumlah senyawa itu ditemukan begitu besar di banyak bagian tanaman yang dapat dimakan, seperti bij-bijian, dan umbi-umbian.
Para peneliti menyimpulkan, komunitas Catalhoyuk di masa lalu memang mengandalkan makanan dan perekonominannya dengan menanam sayuran, seperti gandum dan kacang polong. Meski demikian, rupanya ada sumber daya yang masih liar di luar lingkar pertanaman yang diandalkan yang belum ditemukan di situs ini.
Para peneliti menulis, sumber daya tumbuhan liar ini dimasukkan sebagai makanan, melalui proses yang kompleks. Kemudian tumbuhan liar ini sepertinya dianggap sama pentingnya dengan tanaman domestik, yang kemungkinan besar digunakan secara teratur untuk melengkapi diet, saat krisis pangan.
Baca Juga: Arkeolog dan Petani Temukan Peradaban Turki Zaman Besi dan Perunggu
"Di antara temuan, kami telah menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan berbagai macam tanaman umbi-umbian. Banyak dari jenis itu milik keluarga taksonomi yang berpotensi beracun, yang memerlukan pemrosesan atau penggunaan yang kompleks,"tulis para peneliti.
"Ini menunjukkan pengetahuan fitokultural hebat yang dimiliki oleh komunitas ini."
Banyak dari tanaman umbi-umbian ini justru memiliki siklus hidup musiman yang terbatas. Para peneliti menyimpulkan proses itu sebagai cara masyarakat Catalhoyuk kuno mengatur dan mengeskploitasi lingukungan naman pada waktu yang berbeda dalam satu tahunnya.
Selain itu, para peneliti juga memaparkan hal lain yang terungkap, yakni pengelohan biji milet liar. Temuan ini belum pernah ditemukan di atnara sisa-sisa tanaman yang hangus di lokasi oleh penelitian sebelumnya.
Sedangkan pada peralatan pertanian masyarakat kuno di situs itu, diketahui digunakan untuk hal lainnya, seperti untuk pengolahan industri makanan.
"Dengan menggabungkan bukti mikrobotani dengan jejak penggunaan, kami telah menemukan proses seperti pengupasan biji-bijian, penggilingan kacang polong, umbi-umbian dan sereal, dan bahkan penggunaan alat ini dalam kegiatan lain yang tidak terkait dengan pemrosesan tanaman," para peneliti menyimpulkan.
Baca Juga: Praktik Politik Gelar Keturunan Nabi Muhammad Era Ottoman Turki
Source | : | PLOS ONE |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR