Sisa lain yang ditemukan juga pada pati yang memiliki senyawa glukosa yang digunakan oleh tanaman untuk menyimpan energi. Jumlah senyawa itu ditemukan begitu besar di banyak bagian tanaman yang dapat dimakan, seperti bij-bijian, dan umbi-umbian.
Para peneliti menyimpulkan, komunitas Catalhoyuk di masa lalu memang mengandalkan makanan dan perekonominannya dengan menanam sayuran, seperti gandum dan kacang polong. Meski demikian, rupanya ada sumber daya yang masih liar di luar lingkar pertanaman yang diandalkan yang belum ditemukan di situs ini.
Para peneliti menulis, sumber daya tumbuhan liar ini dimasukkan sebagai makanan, melalui proses yang kompleks. Kemudian tumbuhan liar ini sepertinya dianggap sama pentingnya dengan tanaman domestik, yang kemungkinan besar digunakan secara teratur untuk melengkapi diet, saat krisis pangan.
Baca Juga: Arkeolog dan Petani Temukan Peradaban Turki Zaman Besi dan Perunggu
"Di antara temuan, kami telah menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan berbagai macam tanaman umbi-umbian. Banyak dari jenis itu milik keluarga taksonomi yang berpotensi beracun, yang memerlukan pemrosesan atau penggunaan yang kompleks,"tulis para peneliti.
"Ini menunjukkan pengetahuan fitokultural hebat yang dimiliki oleh komunitas ini."
Banyak dari tanaman umbi-umbian ini justru memiliki siklus hidup musiman yang terbatas. Para peneliti menyimpulkan proses itu sebagai cara masyarakat Catalhoyuk kuno mengatur dan mengeskploitasi lingukungan naman pada waktu yang berbeda dalam satu tahunnya.
Selain itu, para peneliti juga memaparkan hal lain yang terungkap, yakni pengelohan biji milet liar. Temuan ini belum pernah ditemukan di atnara sisa-sisa tanaman yang hangus di lokasi oleh penelitian sebelumnya.
Sedangkan pada peralatan pertanian masyarakat kuno di situs itu, diketahui digunakan untuk hal lainnya, seperti untuk pengolahan industri makanan.
"Dengan menggabungkan bukti mikrobotani dengan jejak penggunaan, kami telah menemukan proses seperti pengupasan biji-bijian, penggilingan kacang polong, umbi-umbian dan sereal, dan bahkan penggunaan alat ini dalam kegiatan lain yang tidak terkait dengan pemrosesan tanaman," para peneliti menyimpulkan.
Baca Juga: Praktik Politik Gelar Keturunan Nabi Muhammad Era Ottoman Turki
Source | : | PLOS ONE |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR