Berbeda dengan hari lainnya, hari ini, Kamis (30/6), pendopo Sekar Kedaton Keraton Yogyakarta tampak dipadati puluhun wanita berkebaya batik yang tengah membuat kue apem. Berbeda dengan kue apem yang dijual di pasaran, kue apem dibuat dengan ukuran jumbo yaitu mencapai diameter 20 cm. Terlihat pula, istri Raja Yogya, Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan putrinya GKR Pembayun yang tengah asyik mengaduk adonan tepung beras.
Inilah tradisi ngapem salah satu tradisi turun temurun Keraton Yogyakakarta yang ada sejak zaman Islam Jawa Kuno. Tradisi ngapem ini secara khusus diadakan untuk memperingati hari raya kenaikan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono X ( dalam bahasa Jawa : Tingalan Jumenengan Dalem )yang memasuki tahun ke-23. Biasanya tradisi ini diadakan di bulan Ruwah, salah satu bulan di penanggalan Jawa dan diadakan setahun sekali.
Pengageng Tepas Duara Pura Keraton Ngayogyakarta, KRT Haji Jatiningrat menjelaskan, kue apem adalah simbol untuk memohon ampun dan keselamatan pada Tuhan. Kue apem ini hanya dibuat oleh wanita, baik istri Raja, anak dan keturunan raja, serta kerabat Keraton dengan alasan wanita adalah pelayanan dari pria. Nantinya, kue ini hanya dibagikan kepada abdi dalem Keraton yang sejak dahulu melayani Raja Yogyakarta dan keturunannya yang jumlahnya mencapai 2.500 orang.
Ada dua jenis kue apem yang dibagikan yaitu apem mustaka (diameter kurang lebih 20 cm)untuk abdi dalem yang memiliki posisi tinggi, dan apem biasa ( diameter kurang lebih 10 cm ) untuk andi dalem biasa. Apem ini memang tidak dibagikan pada rakyat biasa karena abdi dalem adalah simbol dari masyarakat Yogya seluruhnya.
Kue apem ini dibuat dari jam 08.00 WIB - 13.00 WIB. Selain dibagikan, kue apem juga digunakan sebagai sesajian upacara Labuhan ( untuk meminta ampunan) di Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo pada Sabtu dan Minggu (2-3 Juli 2011).
REKOMENDASI HARI INI
Sejarah Migrasi Manusia Modern di Indonesia Terungkap! Ada Perpindahan dari Papua ke Wallacea
KOMENTAR