Penataan Malioboro dan Kota Baru Jangan Hanya Perhatikan Ekonomi
Senin, 15 Agustus 2011 | 14:10 WIB
Penataan kawasan Malioboro dan Kota Baru menjadi ruang publik dan pusat perbelanjaan diharapkan tidak hanya dipandang dari wacana ekonomi, tapi harus memperhatikan segi budaya.
Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA) Jhohannes Marbun.
"Wacana penataan kawasan cagar budaya lebih banyak dilihat dari perspektif ekonomi bukan dari budaya. Ini menyimbang dengan visi DIY sebagai kota budaya," papar Jhohannes di Sekretriat MADYA, Senin (15/8). Menurutnya, penataan kawasan cagar budaya ini lebih dipandang dari perspektif ekonomi akan berdampak tidak baik. Salah satunya adalah menciptakan budaya konsumtif bagi masyarakat.
Namun sebaliknya, bila dikaji lewat perspektif kebudayaan,maka penataan akan berorientasi pada pelestarian nilai-nilai sejarah.
"Sejarah kebudayaan adalah akar pengetahuan, dasar karakter bangsa dan dasar untuk membangun nasinonalisme," jelasnya.
Untuk itu, MADYA mendesak pembentukan tim ahli cagar budaya untuk mengkaji kawasan penataan cagar budaya Yogyakarta. Pembentukan tim ahli budaya sudah diamanahkan dalam UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Tim ahli dibentuk di setiap kabupaten kota, provinsi, dan pusat. Yogyakarta belum memilikinya sampai sekarang.
"Yogyakarta memang punya Dewan Pertimbangan Pelesatarian Warisan Budaya DIY, namun ini dibentuk sebelum UU," paparnya.
Tim ini akan berfungsi untuk mengkaji potensi cagar budaya yang ada di setiap wilayah kerjanya. Tim ini dinilai mampu menyelamatkan kesejarahan dan nilai budaya di setiap kawasan cagar budaya.
REKOMENDASI HARI INI
Siapa yang Membangun Petra dan Mengapa Mereka Meninggalkannya?
KOMENTAR