Pemerintah Jerman menyiapkan kebijakan untuk mengganti Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dengan energi terbarukan ramah lingkungan.
Rencana ini merupakan bentuk respons atas ledakan PLTN Fukushima Daiichi
Jepang pascagempa dan tsunami dahsyat pada Maret 2011 lalu.
"Kebijakan ini bukan didasari kondisi keselamatan PLTN, tetapi karena
pemahaman tentang keselamatan PLTN yang berubah," ungkap Sekretaris
Urusan Parlemen, Kementerian Lingkungan Hidup, Perlindungan Sumber Daya
Alam dan Keselamatan Nuklir Jerman, Ursula Heinen-Esser di Berlin Juli
lalu.
Nantinya, energi terbarukan yang paling banyak digunakan adalah angin,
sedangkan energi matahari masih dalam pengembangan besar-besaran.
Energi terbarukan juga dipilih karena sifatnya menghasilkan emisi gas
rumah kaca (GRK) dalam skala kecil. Hal ini sejalan dengan target Jerman
dalam menurunkan emisi GRK (sesuai Protokol Kyoto) pada tahun 2020 yaitu
40 persen dan tahun 2050 yaitu 80-95 persen.
Kebijakan lain selain mengganti energi nuklir adalah meningkatkan efisiensi
penggunaan energi fosil. Langkah yang dilakukan adalah menghemat
penggunaan energi dengan memodernisasi gedung-gedung. Sementara itu, dalam bidang transportasi, langkah yang akan dilakukan adalah
menargetkan 6 juta mobil elektrik di jalan-jalan Jerman pada tahun 2030.
Deputi Kepala Divisi Tenaga Air, Energi Angin, dan Integrasi Jaringan
Energi Terbarukan, Kementerian Lingkungan Hidup, Perlindungan Sumber Daya
Alam, dan Keselamatan Nuklir, Kai Schlegelmich mengatakan, dalam
pengembangan energi nuklir, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) menjadi
prioritas utama. Angin tersedia sepanjang tahun dan biayanya lebih
murah ketimbang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Penggunaan energi terbarukan akan bertambah dari tahun ke tahun. Pada
2010, peran energi ini dalam konsumsi energi nasional, baik untuk
listrik, pemanas, industri, maupun transportasi naik jadi 11
persen," katanya. Dirinya menambahkan penggunaan energi terbarukan dapat
meningkatkan peranan konsumsi energi nasional hingga 18 persen pada
2020.
Untuk mewujudkan kebijakan penggantian ini, investasi sekitar 26,6 miliar
euro (sekitar Rp324,5 triliun) sudah dialokasikan untuk penelitian
energi terbarukan. Sebesar 73 persen dana tersebut digunakan untuk pengembangan
dan peningkatan efisiensi dari panel surya atau sel fotovoltaik.
Tak hanya itu, penelitian juga dilakukan untuk modernisasi pembangkit
berbahan bakar fosil yang ada sehingga mampu bekerja fleksibel, efisien,
dan emisinya lebih rendah ketimbang pembangkit energi sekarang.
Untuk mendukung kebijakan penggantian energi nuklir ini, 7 PLTN yang
beroperasi sejak sebelum 1980 dihentikan sementara, dan 1 PLTN yang
dibangun tahun 1980-an dalam posisi siaga-dimatikan, 6 PLTN akan
dimatikan pada 2012, dan 3 PLTN lainnya akan dimatikan pada 2022.
Sementara itu, negara industri lain memilih melihat dahulu implementasi
kebijakan energi Jerman ini. Meninggalkan nuklir, mendorong energi
terbarukan, sembari mengurangi GRK secara bersamaan bukan sesuatu yang
mudah bagi negara industri. Bila kebijakan ini berhasil, maka negara
industri lainnya baru akan mengikuti jejak Jerman.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR