Indonesia belum memiliki sistem yang memadai untuk mengontrol kualitas
hidup satwa liar yang dipelihara kebun binatang. Saat ini, mekanisme
pengontrolan di kebun binatang lebih pada pengontrolan kuantitas.
Juru Kampanye dari Centre for Orangutan Protection, Daniek Hendarto
menjelaskan, sistem pengontrolan satwa liar yang berlaku di Indonesia
adalah sebagai berikut. Setiap tiga bulan sekali, lembaga-lembaga
konservasi ex-situ seperti kebun binatang dan pusat penyelamatan satwa
melaporkan jumlah satwa yang masuk dan keluar kepada Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Petugas BKSDA pun kemudian melakukan
pengecekan.
Sementara itu, Perhimpunan Kebun Binatang Indonesia (PKBSI) hanya
mengatur kode etik dan tidak memiliki wewenang untuk menghukum
anggotanya yang memperlakukan satwanya dengan kejam. Lagipula, saat ini
tidak seluruh kebun binatang dari pusat penyelamatan satwa menjadi
anggota PKBSI.
"Sistem ini tidak berpengaruh langsung pada kualitas hidup satwa liar
karena pengelola kebun binatang hanya dibebani tanggung jawab matinya
satwa," katanya.
Dirinya berharap Kementerian Kehutanan segera melakukan kontrol pada
kualitas hidup satwa liar sehingga dapat mencegah kasus kematian atau
gangguan jiwa satwa akibat perlakukan yang tidak baik. Tim terbang pun
perlu diturunkan ke kebun binatang untuk membantu pendampingan dalam
memperbaiki kesejahteraan satwa.
"Aturan yang memaksa seluruh kebun binatang menjadi anggota PKSBI perlu
dilakukan. PKSBI pun diharapkan dapat andil dalam menyupervisi kualitas
pemeliharaan satwa kebun binatang serta memberi rekomendasi
sanksi," tambahnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR