Setelah mengeringkan tengkorak, bagian itu dikemas dengan material pengawet dan diikat kembali. Sisa bagian tubuh yang lainnya juga disatukan kembali. Untuk memperkuat anggota badan dan tulang belakang, tongkat digunakan di bawah kulit. Tubuh juga dikemas dengan material seperti tanah liat dan bulu.
Tengkorak itu kemudian disambungkan kembali ke tubuh yang telah disatukan kembali dengan bagian-bagian lainnya. Pasta abu putih digunakan untuk menutupi tubuh dan juga untuk mengisi celah yang ditinggalkan oleh proses pemasangan kembali bagian-bagian tubuh yang sebelumnya dipenggal. Selanjutnya, pasta abu putih juga digunakan untuk mengisi bagian wajah orang mati tersebut.
Teknik Red Mummy digunakan dari sekitar tahun 2500 hingga 2000 Sebelum Masehi. Teknik ini adalah metode yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan teknik Black Mummy. Dalam teknik ini, orang-orang Chinchorro membuat sayatan di badan dan bahu orang mati untuk mengeluarkan organ dalam dan mengeringkan rongga tubuh. Untuk menghilangkan otak, kepala dipotong dari tubuh.
Baca Juga: Juanita, Mumi Gadis Es Inca yang Tubuhnya Dikurbankan di Gunung Ampato
Seperti teknik Black Mummy, bagaimanapun, tubuh diisi dengan berbagai material agar terlihat lebih mirip manusia. Selain itu, tongkat digunakan untuk memberikan dukungan struktural. Bekas sayatan kemudian dijahit, dan kepala ditempatkan kembali pada badan. Sebuah wig, terbuat dari jumbai rambut manusia ditempatkan di kepala, dan ditahan di tempatnya oleh "topi" yang terbuat dari tanah liat hitam. Segala bagian yang lain, selain wig ini, dan seringkali termasuk wajah, kemudian akan dicat dengan oker merah.
Arriaza, yang juga direktur Chinchorro Center di Tarapaca Univeristy di Kota Arica, mengatakan bahwa metode-metode mumifikasi ini menunjukkan bahwa "Tubuh-tubuh mumi ini dibuat dengan sangat halus oleh para spesialis. Ada kehalusan, kreativitas, dari populasi-populasi pertama ini."
Selain karena usia mereka yang sangat tua, bahkan yang tertua di dunia, mumi-mumi Chinchorro bernilai penting karena tampaknya juga mencerminkan kepercayaan spiritual orang-orang Chinchorro kuno.
Baca Juga: Arkeolog Menemukan Mumi Putri Bertato Berusia 2.500 Tahun di Siberia
Meskipun alasan pasti mengapa orang-orang Chinchorro memumikan mayat mereka tidak diketahui, ada beberapa teori yang dikemukakan para peneliti. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa mumifikasi ini dilakukan untuk melestarikan sisa-sisa orang yang mereka cintai untuk akhirat, sementara teori lain yang diterima secara umum adalah bahwa ada semacam pemujaan terhadap nenek moyang mereka.
Salah satu ciri khas yang paling mengesankan dari mumi-mumi Chinchorro adalah skala di mana praktik mumifikasi ini dilakukan. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 300 mumi Chinchorro yang ditemukan. Tidak seperti orang-orang Mesir kuno yang melakukan mumifikasi untuk kalangan bangsawan dan elite saja, komunitas Chinchorro memberikan semua orang, tanpa memandang usia atau status, ritus suci ini.
Keputusan pelestarian egaliter ini terbukti dalam mumifikasi semua anggota masyarakat Chinchorro, baik pria, wanita, orang tua, anak-anak, bayi, maupun janin yang keguguran. Faktanya, seringkali anak-anak dan bayi menerima perawatan mumifikasi yang paling rumit.
Baca Juga: Misteri Mumi Manusia Tollund Terpecahkan Berkat Makanan Terakhirnya
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR