Pendekatan budaya dinilai mampu untuk membangun peradaban bangsa. Pendekatan budaya adalah mediasi kemanusiaan yang bersumber dari hati nurani untuk mencapai rasa aman, nyaman, dan damai yang berkelanjutan.
Hal ini ditegaskan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X saat membuka Biennale Yogya XI pada Sabtu (26/11) di Jogja National Museum. Menurut Sultan, pendekatan budaya sangat relevan untuk melihat fenomena kemiskinan dan ketidakadilan sosial di negara-negara berkembang.
"Ketika manusia jenuh melihat berbagi bentuk rekayasa, jalan yang bijak adalah melihat melalui kebudayaan," kata Sultan. Model pendekatan budaya yang dikenal, lanjutnya, adalah dengan aliran neo-evolusi. Budaya adalah pendorong pembangun bukan penghambat.
Sementara itu, terkait dengan Biennale Yogya XI, menampilkan karya-karya kontekstual seniman India-Indonesia dengan latar sosial masa kini dan berperan membuka dialog antar kedua bangsa. Kolaborasi kedua bangsa, menurut Sultan, membuka ruang tukar menukar gagasan dan pengalaman.
Selain itu, menjadi jalan bagi kedua negara untuk saling mengenal dan meningkatkan apresiasi seni rupa yang bermuara pada perekatan persahabatan kedua negara. "Harapannya kolaborasi ini mendorong pariwisata kedua negara," tambahnya.
Bila menilik dari sejarah, hubungan Indonesia dan India sudah terjalin sejak abad pertama masehi. Hubungan ini muncul ketika terjadi pesentuhan antara agama Hindu dengan tradisi nusantara, khususnya tradisi Jawa. India banyak mempengaruhi aspek sosial budaya contohnya dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Bahkan agama Hindu dan Budha mampu menggeser animisme yang merupakan kepercayaan suku-suku di Indonesia.
"Dengan jejak sejarah India-Indonesia pada masa lalu, menjadi dasar untuk mengembangkan hubungan yang saling menguntunkan," tuturnya pula.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR