Sebuah benda luar angkasa yang misterius terdeteksi di luar sistem tata surya kita lima tahun yang lalu, kemungkinan adalah planet bercincin yang mirip dengan Saturnus. Para peneliti di sebuah observatorium Chile, Cerro Tololo Inter-American Observatory mengumumkan penemuannya setelah mempelajari gerakan gerhana cahaya dari sebuah bintang yang menunjukkan adanya benda besar yang mengorbit di dekatnya.
Diumumkan pada pertemuan American Astronomical Society yang ke-219, sesama rekan peneliti, Eric Mamajek, membandingkan ‘sebuah obyek yang sangat aneh dan unik’ yang menyebabkan fenomena ‘Saturn on steroid.’ “Setelah kami mengesampingkan gerhana pada bintang yang berbentuk bulat atau cakram melingkar di sekitar bintang, saya menyadari bahwa penjelasan yang paling masuk akal adalah semacam sistem bercincin debu mengorbit pada benda lain yang lebih kecil," ungkapnya.
Seperti dilansir Space.com, para astronom mempelajari pola cahaya dalam periode 54 hari di awal 2007. Bintang yang mengalami gerhana, dikenal sebagai 1SWASP J140747.93-394542.6, yang berada sekitar 420 tahun cahaya.
Para peneliti mengatakan bintang ini memiliki massa yang mirip dengan matahari dan berada sekitar 158.1 juta mil jauhnya- atau 1.7 kali jarak Bumi ke matahari. Mamajek menyatakan bahwa satu cakram padat bagian dalam dan tiga cakram luar masing-masing bernama Rochester, Sutherland, Campanas dan Tololo. Para astronom percaya bahwa terdapat ribuan cincin yang mengelilingi mereka.
Namun, para ahli masih belum mengetahui apakah benda bercincin in adalah sebuah planet, bintang dengan massa yang rendah, atau sebuah planet kerdil berwarna coklat. Celah pada cincin, ujar Mamajek, menunjukkan keberadaan benda lain, seperti bulan atau planet baru.
Tim peneliti ini juga telah mengajukan sebuah proyek all-sky monitoring untuk menemukan sistem bintang bercincin yang lain. (Oleh: Patrisya Sharen. Sumber: The Daily Mail, Space.com)
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR