Seniman tari Indonesia memiliki kemampuan profesional untuk tampil di kancah seni pertunjukan tari profesional. Meski demikian, upaya para seniman untuk menembus panggung pentas di luar negeri kurang mendapat dukungan infrastruktur.
Selain itu, seniman tari dari luar negeri juga sulit berkolaborasi dengan penari Indonesia karena mereka tidak tahu ke mana harus mencari penari tersebut.
Persoalan yang dihadapi dunia tari di Indonesia itu dibahas dalam Seminar Tari Kontemporer di Erasmus Huis, Kamis (2/2). Seminar dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan Indonesia Dance Festival (IDF) 2012. Tahun ini, IDF diselenggarakan pada 1-9 Juni di Kompleks Taman Ismail Marzuki dan Institut Kesenian Jakarta.
Penari dan kritikus tari, Sal Murgiyanto, yang menjadi pembicara dalam seminar tersebut, mengatakan, pendidikan kesenian di Indonesia mengadopsi model konservatori yang lebih menekankan pelatihan teknik untuk menyiapkan calon seniman yang terampil dan siap naik pentas.
Di Amerika Serikat, misalnya, konservatori selalu dilengkapi dengan kelompok tari profesional. Sebagai contoh, Boston Consevatory memiliki Boston Ballet. "Di Indonesia, sekolah menengah dan perguruan tinggi tari tak dilengkapi dengan kelompok tari profesional," kata Sal Murgiyanto. Akibatnya, para penari di Indonesia kurang mampu bersaing di luar negeri.
Rektor Institut Kesenian Jakarta Wagiyono Sunarto secara terpisah mengatakan, minimnya jumlah Insitut Seni di Indonesia menyulitkan seniman luar negeri yang ingin bekerja sama dengan seniman Indonesia. "Seniman asing tidak tahu harus mencari kemana untuk mendapatkan seniman tari yang bisa diajak berkolaborasi," ujarnya. (Sumber: Kompas)
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR