Sekolah-sekolah di Indonesia perlu dirancang sebagai tempat perlindungan (shelter) pengungsi bila terjadi bencana. Pasalnya, shelter yang selama ini digunakan di Indonesia masih belum layak bagi pengungsi.
Demikian disarankan oleh Pakar Bencana Jepang, Prof. Stefano Toshiya Tsukamoto, ketika memberi kuliah umum ‘Manajemen Bencana dan Partisipasi Masyarakat’ di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (1/2). Seperti diketahui, Jepang adalah salah satu negara terkuat dalam penanggulangan bencana.
Negara yang berdiri di atas pertemuan empat lempeng tektonik ini kerap dilanda gempa. Bencana terbesar yang menimpa Negeri Sakura ini terjadi pada 11 Mare 2011 silam ketika gempa 9 SR dan Tsunami menerjang.
"Pemerintah Indonesia bisa mengikuti langkah pemerintah Jepang yang menggunakan gedung sekolah sebagai shelter bagi pengungsi jika terjadi bencana," papar Tsukamoto
Konsep manajemen bencana yang diterapkan di Jepang adalah merujuk dari pengalaman bencana gempa di Kobe tahun 1995. Bangunan sekolah yang kuat bukan hanya diperuntukan untuk shelter tapi juga melindungi keselamatan anak-anak saat terjadi gempa. “Di Jepang, sekolah-sekolah dibangun agar bisa resisten terhadap gempa,” katanya lagi.
Berdasar pengamatannya terhadap model penanganan pasca bencana di Indonesia, pengungsi masih tinggal di bawah tenda yang menurutnya sangatlah tidak nyaman. Ketidaknyamanan ini akan menyebabkan persoalan serius karena menyangkut masalah tenpat tinggal dan sanitasi.
Ia berharap pemerintah perlu memprioritaskan partisipasi masyarakat dalam program manajemen pasca-bencananya. Partisipasi tersebut merupakan solusi atas kesulitan yang selama ini selalu timbul dalam metode manajemen pasca-bencana yang tidak menyertakan keterlibatan masyarakat itu sendiri.
Sementara Dosen Hubungan Internasional UGM Muhadi Sugiono, masyarakat Jepang memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. “Mereka bisa hidup erat satu sama lain. Itu semua berkat kemampuan politik pemerintah dalam menyiapkan masyarakat agar siap dengan bencana,” kata Muhadi.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR