Peneliti dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), Sutaryono,menegaskan bahwa petani di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih termajinalkan. "Indonesia adalah negara agraris yang ingin mewujudukan ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Irosnisnya, perlindungan petani belum terwujud dengan baik," ujar Sutaryono di Yogyakarta, Sabtu (3/3).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lima di kabupaten di DIY yang diteliti, yakni meliputi Hargobinangun (Sleman), Banyuraden (Sleman), Srigading (Bantul), Jatisarno (Kulonprogo), dan Ngunut (Gunungkidul), terdapat beberapa fakta marginalisasi bagi petani.
Proses marjinalisasi petani menyangkut lahan pertanian akibat produksi lahan yang belum mencukupi kebutuhan petani, lemahnya akses terhadap modal dan pasar, serta lemahnya kelembagaan petani dalam menangani persoalan yang berhubungan dengan pengelolaan usaha tani pedesaan.
Hasil penelitian di DIY menunjukkan penguasaan lahan yang semakin sempit menjadi faktor penyebab utama terjadinya kemiskinan di kalangan petani. Namun, juga tidak mengurangi jumlah petani. Sebagian besar petani hanya mengusahakan lahan kurang dari 5000 meter per segi. Bahkan petani yang menguasai lahan kurang dari 1000 meter per segi berkisar empat hingga 28 persen pada seluruh desa.
"Dari aspek pendapatan, sekitar 50 persen petani pendapatannya kurang dari Rp500.000 per bulan. Bahkan di desa Ngunung, Gunung Kidul, terdapat 94 persen petani berpendapatan kurang dari Rp500.000 per bulan," tambahnya.
Ia memaparkan akses petani terhadap kredit juga menjadi persoalan. Sulitnya petani mendapatkan akses kredit ini disebabkan beberapa alasan seperti rumitnya persyaratan, kewajiban penggunaan agunan, besarnya jasa/bunga, dan tidak mendapatkan kepercayaan dari kreditor.
"Secara kelembagaan juga, partisipasinya sudah mencapai 60 hingga 92 persen. Namun, keterlibatan dalam dalam pengambilan keputusan terkait program pembangunan pertanian maupun program kemasyarakatan masih rendah," kata Sutaryono.
Perlu dilakukan berbagai upaya untuk melindungi dan mempertahankan lahan pertanian agar petani dapat melakukan usaha tani secara aman dan berkelanjutan. Di antaranya, penetapan kawasan pertanian, pengaturan peralihan hak atas lahan dan alih fungsi lahan secara ketat. Selain itu bisa dilakukan pengendalian lahan pertanian secara partisipatif, pemberlakukan sistem intensif, dan disinsentif terhadap pelaku pembangunan yang menggunakan lahan pertanian.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR