Minggu (11/3) menandai tepat setahun terjadinya berturut-turut bencana gempa, tsunami, disusul ancaman kontaminasi nuklir di wilayah timur Jepang.
Proses recovery masih berlangsung, lebih dari 340.000 orang yang menjadi korban kini tinggal di rumah-rumah pengungsian sementara. Sebagian besar merupakan penduduk yang berasal dari Prefektur Iwate, Miyagi, serta Fukushima, yang terkena dampak terparah gempa dan tsunami.
Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda berapreasiasi kepada dunia atas dukungan yang mengalir bagi Jepang, pula ungkapan simpati dan solidaritas internasional yang diterima.
Noda menulis sebuah artikel berjudul A year after the earthquake, building a new Japan (Satu tahun setelah gempa, bangun Jepang baru) pada surat kabar Washington Post edisi 10 Maret. Dalam artikel tersebut, ia mengatakan bahwa tujuan Jepang tidaklah sesederhana membangun kembali Jepang seperti sedia kala sebelum bencana 11 Maret, namun ingin membangun Jepang yang baru.
"Jepang telah menghasilkan kemajuan luar biasa selama 12 bulan terakhir. Hari ini kami memperbarui komitmen kami, kami belajar dari kesulitan besar yang pernah kami hadapi," tegasnya. "Saya yakin dari periode inilah harus, dan akan, kita sampai pada awal proses revitalisasi penuh bagi Jepang," sambungnya.
Ia pun meminta dunia agar lebih banyak berinvestasi di Jepang karena pemulihan ekonomi adalah sangat penting untuk rekonstruksi pascabencana.
Menurut pernyataan Noda di artikel tersebut, Jepang tidak akan tidak akan melupakan setiap orang yang menjadi korban tragedi ini. "Kami tak akan lupakan orang-orang tercinta, sahabat, keluarga, kolega yang meninggal akibat bencana."
Untuk mengenang puluhan ribu korban tewas, warga Jepang mengadakan upacara peringatan dengan mengheningkan cipta selama semenit di waktu kejadian gempa. Upacara peringatan utama berpusat di Teater Nasional, Tokyo, dihadiri oleh Kaisar Akihito bersama Ratu Michiko.
(Sumber: NHK World)
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR