Eksistensi pesut mahakam (Orcaella brevirostris), mamalia air tawar endemik Kalimantan Timur, mendapat ancaman tambahan dari pembukaan lahan perkebunan sawit. Polutan dari kebun-kebun sawit mengakibatkan air tercemar, dan ikan yang menjadi makanan pesut semakin berkurang.
Peneliti pesut mahakam dari Universitas Amsterdam, Belanda yang bekerja sama dengan Yayasan Konservasi untuk Spesies Air Tawar Langka Indonesia (RASI) Danielle Kreb menyatakan, jumlah populasi pesut mahakam di pesisir Kalimantan Timur pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 90 ekor. Namun, kondisi populasinya ini kian memprihatinkan.
"Habitat hidup pesut terkonsentrasi pada aliran sungai yang dalam, padahal daerah tersebut merupakan daerah penangkapan ikan, sehingga lalu lintas angkutan sungai pun semakin ramai. Akibatnya, banyak pesut yang terjerat jaring nelayan atau tertabrak kapal speedboat," kata Kreb pada lokakarya Pelestarian Pesut Borneo, di Jakarta (20/3).
Selain itu bahan-bahan kimia dari perusahaan penambangan emas, juga sangat meracuni ikan. Ditambah lagi sekarang, ujarnya, pupuk serta herbisida dari perkebunan sawit yang memanfaatkan area di tepi sungai ikut mengontaminasi aliran air dan menyebabkan ikan mati.
Gangguan lain bagi pesut adalah aktivitas tambang batu bara. "Pengangkutan batu bara dengan kapal ponton menganggu indera pesut. Pesut yang mencari dan menangkap ikan dengan mengandalkan sonar (echolocation) jika telinganya rusak, mereka tidak dapat menemukan makanan."
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR