Green Economy menjadi paham yang kini tengah coba ditanamkan di dunia. Paham ekonomi ini mencoba menggabungkan keseimbangan kesejahteraan dan sosial manusia dengan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis secara signifikan.
Beberapa negara sudah mencoba menerapkan ini sebagai bagian dari kebijakannya. Seperti China dengan pemanas air tenaga matahari, pertanian organik di Uganda, urban planning di Brasil, atau pun pembangunan ekologi rural di India. Sayangnya bagi Indonesia, green economy ini masih sulit diterapkan.
Menurut Deputi 1 Bidang Perencanaan dan Hubungan Internasional Unit Kerja Presiden untuk Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) Heru Prasetyo, ada beberapa masalah yang menimbulkan kesulitan ini.
"Undang-undang kita tidak semua memberi jalan untuk green economy. Termasuk perundangan yang ada di bawahnya, seperti Perpres (Peraturan Presiden), Permen (Peraturan Menteri), atau pun Perda (Peraturan Daerah)," kata Heru dalam acara J"ournalist Class, Transisi Ekonomi Hijau dan Peran Penting REDD+," Senin (16/4).
Ditambahkan Heru, terkadang peraturan lama dan baru saling tumpang tindih. Peraturan lama cenderung masih sangat eksploitatif pada alam dan kurang mendukung green economy. Sebaliknya, peraturan baru sudah mulai ramah lingkungan. Ketika diterapkan di lapangan, sering membuat bingung para pelakunya.
Lambatnya penerapan ini membuat Indonesia rentan akan eksploitasi berlebih pada alam. Termasuk pembalakan liar dan kebakaran hutan.
"Indonesia termasuk satu dari dua negara mengemisi setengah dari emisi karbon hutan dunia," papar Agus Sari sebagai Koordinator Unit Kerja Instrumen Pendanaan REDD+. Selain itu, tambah Agus, data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), menyebut jika pembalakan liar di tahun 2005-2009 membuat negara rugi Rp71 triliun.
Sulitnya penerapan ini membuat target penurunan emisi yang diterapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sukar dicapai. Presiden sebelumnya menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen dan menumbuhkan ekonomi hingga tujuh persen.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR