Konsep nuksma dan mungguh merupakan konsep dasar estetika wayang yang ideal. Dengan melaksanakan dua hal ini, kualitas dalang pun dapat terlihat. Peneliti Wayang sekaligus Dosen Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Sunardi, menjelaskan konsep nuksma dan mungguh terkait pandangan budaya Jawa.
Nuksma (merasuk) dapat dimaknai sebagai proses persatuan, yaitu menyatunya manusia dengan realitas transendental. Dalam pandangan budaya Jawa dikenal kosep nyawiji, yang berarti persatuan dengan Illahi. Sementara itu, mungguh memiliki pengertian sesuai atau pantas. Dapat dimaknai kepantasan dalam kehidupan. Konsep kemungguhan dalam budaya Jawa dikenal sebagai keselarasan yang menjadi cita-cita kehidupan manusia Jawa.
"Nyawiji merupakan salah satu pandangan budaya Jawa yang terkait dengan laku spiritual asyarakat, yaitu untuk menyatakan persatuan antara manusia dengan Tuhan. Persatuan dengan Illahi memberi makna bahwa manusia Jawa menemukan keselarasan dalam tata kehidupan," katanya.
Ia mengatakan dalam nuksma, terjadi penyatuan antara realitas unsur garap pakeliran pada diri dalang. Bahwa antara dalang dan wayang merupakan satu kesatuan sehingga membentuk rasa estetik pertunjukan wayang yang hidup dan menjiwai.
Sedangkan, mungguh dalam budaya Jawa memiliki makna kepantasan, kepatutan, atau kesesuaian dari segala tindakan manusia. Hal ini berorientasi pada etika masyarakat Jawa yakni kepatutan dalam tindakan mereka, mampu menempatkan diri dan membawakan segala perilaku sosialnya sesuai norma yang ada. "Bagi masyarakat Jawa, mungguh menjadi kunci sukses bagi tata hubungan sosial yang harmonis,” tambahnya.
Menurut Sunardi, nuksma dan mungguh memiliki kaitan dengan kualitas dalang. Ketika pertunjukkan wayang mampu mencapai nuksma dan mungguh, berarti dalang memiliki kualitas yang ideal. Petunjuk mengenai kualitas dalang dapat dipahami berdasarkan kemampuan dalang menjiwakan pertunjukkan wayang dan adanya pengakuan penonton terhadap kualitas dalang.
"Jika dicermati, dalang yang berkualitas adalah dalang yang mampu menjiwai dalam berbagai aspek pakelirannya. Dalang yang demikian tentu dapat dikatakan sebagai dalang paripurna," paparnya.
Dirinya berharap, konsep ideal estetika wayang ini dapat diimplementasikan dalam setiap pertunjukan wayang sehingga pertunjukan lebih bermutu.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR