Rencana perdagangan kulit harimau yang diawetkan kembali digagalkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Selasa (14/8).
Barang bukti berupa kulit macan tutul (Phantera pardus) dan harimau Sumatra (Phantera tigris sumatrae) digelar di Kementerian Kehutanan, pada Rabu (15/8) pagi. Kedua lembar kulit harimau ini dalam keadaan utuh (offset).
Operasi penertiban perdagangan satwa ilegal dipimpin langsung oleh Dirjen PHKA Darori, didampingi oleh Direktur Penyidikan dan Pengamanan Hutan dan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Menurut Darori saat memberikan jumpa pers, transaksi yang berlokasi di sebuah rumah di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, itu diatur dengan pemasaran melalui internet. Seorang pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka kini sedang diperiksa dan diselidiki keterkaitannya lebih luas dengan jaringan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi. Jaringan tersebut sudah transnasional.
"Sekarang belum bisa memastikan apakah pelaku yang ditangkap tadi malam merupakan bagian dari jaringan mafia perdagangan satwa liar," kata Darori.
Selama tiga tahun terakhir, Direktorat Penyidikan dan Pengamanan Hutan Dirjen PHKA menggagalkan sekitar 30-40 perdagangan kulit harimau yang siap diperjualbelikan.
IUCN menetapkan spesies harimau Sumatra ke dalam daftar satwa terancam punah (critically endangered). Sementara Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkannya dalam kategori "appendiks I", yang artinya segala bentuk perdagangan hidup dan/atau mati termasuk produk turunannya dilarang oleh peraturan internasional kecuali untuk keperluan nonkomersial tertentu dengan izin khusus.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR