Di atas tanah tergali di Situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, berdiri semacam tenda besar berwarna putih. Besar, megah, seperti rumah panggung, dan yang pasti mengamankan tanah galian dari paparan matahari.
Konstruksi ini adalah karya Yori Antar, arsitek kenamaan yang berhasil memenangi sayembara dari Tim Evaluasi Situs Trowulan tahun 2009 yang diketahui oleh Profesor Mundardjito. Tugas utama konstruksi ini memayungi tanah galian yang menganga di bawahnya.
Dikatakan Yori, konstruksi ini berakar dari konsep umpak. Yakni sistem struktur tradisional rumah-rumah di Indonesia yang fleksibel terhadap gempa. Bangunan tidak mengakar ke dalam tanah, melainkan hanya seperti "menumpang" pada batuan.
"Sistem ini terdapat di hampir seluruh pedalaman di Nusantara. Maka itu konsep (konstruksi) ini adalah gabungan instalasi futuristik yang berdampingan dengan situs masa lampau," ujar Yori ketika berbincang dengan National Geographic Indonesia, Kamis (16/8).
Konstruksi bangunan diusahakan seminimal mungkin berpijak pada tapak. Hal ini dilakukan agar intervensi yang dilakukan tidak mengganggu lokasi situs yang sudah ada. Sistem atap yang digunakan juga bersifat ringan dan transparan. Atap sederhana yang terbuka memungkinkan sinar matahari melakukan penetrasi ke dalam situs dan sistem sirkulasi pengunjung.
Selain sebagai pelindung, tenda raksasa ini bertindak seperti museum terbuka. Terdapat lorong dan tangga kayu di bawah tutupan tenda yang seperti rumah panggung.
Konsep ini memungkinkan masyarakat untuk melihat proses penggalian tanpa harus terekspos matahari. Di saat bersamaan, bisa melongok situs penggalian tanpa masuk ke dalam satu bangunan bertembok. "Dengan demikian, pengunjung bisa mendokumentasikan proses penggalian yang ada."
Tahun 2013 mendatang, direncanakan ada empat konstruksi yang sama di Trowulan. "Di lokasi lain di Indonesia mungkin belum bisa karena kondisi lingkungan yang juga berbeda."
Dalam Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota Kerajaan Majapahit Trowulan, Trowulan adalah situs arkeologi dengan ukuran amat luas, sekitar 10 km x 10 km. Di dalamnya mengandung ratusan ribu artefak, ekofak, dan ratusan fitur yang tersebar di dalam dan atas tanah.
Situs yang amat luas ini merupakan tempat terakumulasinya berbagai jenis benda dalam jumlah besar. Biasanya disebut situs kota. Dari kerajaan-kerajaan kuna di Indonesia yang berkembang sebelum masa pertumbuhan Islam pada abad 15, hanya Majapahit yang mewariskan pada kita situs pemukiman kota.
Kisah lengkap Trowulan bisa Anda simak dalam National Geographic Indonesia edisi Septermber 2012.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR