Howard Riessen, profesor biologi dari State University of New York, Amerika Serikat dan timnya melakukan penelitian terhadap perubahan struktur zat kimia yang terjadi di air, di sebuah danau Kanada. Mereka mempelajari pengaruhnya terhadap mekanisme pertahanan diri sebuah spesies mikro organisme plankton.
Secara spesifik, mereka mengamati bagaimana konsentrasi kalsium yang lebih rendah berpengaruh terhadap perkembangan eksoskeleton Daphnia (salah satu spesies plankton kutu air). Rendahnya level kalsium ini disebabkan oleh hilangnya asupan kalsium ke air danau dari tanah hutan-hutan di sekitarnya. Ini sebagai konsekuensi atas hujan asam yang turun selama beberapa dekade terakhir dan siklus penebangan serta penanaman hutan.
Hasilnya, terungkap bahwa perubahan tersebut telah membuat mikro organisme yang hidup di danau tersebut menjadi sangat ringkih terhadap predatornya. Menjurus ke ancaman lingkungan yang sangat serius di masa depan.
“Pada level kalsium yang rendah, organisme tersebut tumbuh lebih lambat dan tidak bisa mengembangkan sistem pertahanan diri,” kata Riessen. “Tanpa pertahanan yang memadai, mereka dapat dengan mudah disantap oleh para predator,” ucap Riessen dalam laporannya yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Riessen menyebutkan, kalsium merupakan elemen penting bagi Daphnia dan spesies hewan berkulit keras lainnya. “Daphnia menumbuhkan eksoskeleton, termasuk tulang-tulang pertahanan menggunakan kalsium untuk melindungi mereka dari predator. Jika level kalsium di air rendah, eksoskeleton milik Daphnia menjadi lebih lunak, kecil dan hanya memiliki sedikit tulang pelindung. Ini membuat mereka menjadi santapan mudah bagi predator mereka,” ucap Riessen.
Lalu, apa pentingnya spesies ini?
Menurut Norman Yan, peneliti Fellow of the Royal Society of Canada, plankton kecil ini merupakan hewan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. “Tanpa plankton, manusia akan kelaparan, bahkan mati. Sebagian besar dari fotosintesis dunia, yang merupakan basis dari seluruh makanan kita, datang dari plankton. Separuh oksigen yang kita hirup merupakan produk dari fotosintesis phytoplankton,” ucap Yan.
Fenomena berkurangnya level kalsium di air juga terjadi dalam skala yang lebih besar di samudera yang ada di seluruh dunia. “Peningkatan zat beracun di air laut merupakan masalah pelik yang dihadapi oleh kehidupan laut, yang merupakan efek samping dari emisi karbon global, yang jarang diperhatikan. Apalagi plankton laut juga menghadapi ancaman yang lebih besar dari predator mereka,” sebut Yan.
“Orang-orang hanya memperhatikan bahwa perubahan zat kimia di air menyebabkan kematian banyak ikan. Padahal, perubahan ini jauh lebih dari sekadar itu,” kata Yan. “Daphnia memang tidak populer, tetapi mereka adalah makanan para ikan dan juga berperan untuk menjaga perairan tetap bersih. Perubahan rasio jumlah Daphnia dan predatornya akan menandai perubahan dahsyat pada perairan,” ucapnya.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR