Usia tenaga kerja di bidang pertanian khususnya pangan dan holtikultura semakin menurun. Mayoritas tenaga kerjanya berusia rata-rata 45-60 tahun. Hal ini dikemukakan oleh Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, dalam workshop Managing Agro-Forestry, Selasa (2/10), di Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Anak muda banyak yang tidak tertarik ke pertanian. Padahal, usia tua sudah mulai tidak produktif lagi,” kata Rusman.
Alasan anak muda tidak tertarik bekerja di pertanian karena image menjadi petani selalu hidup miskin dengan ketiadaan lahan serta produktivitas yang rendah. Menurutnya, perlu mekanisasi pertanian agar pemuda mau mengembangkan pertanian. Wamen bahkan mengusulkan petani bisa menggunakan baju seragam tertentu sehingga mereka bangga dengan profesinya tersebut.
Pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur seperti bendungan irigasi yang kini sebagian besar tingkat kerusakannya mencapai lebih dari 50 persen. Diakui Wamen, kontribusi pertanian dalam penyediaan lapangan masih cukup besar. Bahkan mampu menyerap 33 persen dari 120 juta lapangan kerja yang ada di Indonesia.
Kendati demikian, kontribusi pertanian dalam penyediaan lapangan kerja dan pendapatan domestik bruto nasional makin menurun dibandingkan 40 tahun lalu. Tahun 1970 sekitar 64 persen bekerja di sektor pertanian. Memberikan kontribusi 53 persen untuk PDB. Saat ini penyediaan lapangan kerja hanya 33 persen dan 14,72 persen untuk PDB.
“Kontribusinya memang semakin kecil. Tapi perdagangan produk perkebunan masih surplus tapi untuk pangan dan holtikultura masih defisit,” ujar Rusman.
Dekan Biologi UGM Retno Peni Sancayaningsih mengatakan, kepedulian pemerintah kepada petani dalam bentuk fasilitas alat semi mekanis masih sangat minim. Padahal mayoritas masyarakat miskin masih ada di pedesaaan dan kebanyakan berprofesi petani.
“Tentunya pemerintah tidak akan bisa mengembangkan penanaman modal asing untuk pertanian jika dukungan infrastruktur belum dibenahi,” ujar Retno.
Penulis | : | |
Editor | : | Bambang Priyo Jatmiko |
KOMENTAR