Untuk meningkatkan tingkat peluang hidup bayi-bayi babi yang baru lahir, sejumlah ilmuwan US Department of Agriculture (USDA) telah mengembangkan metode baru yang mampu memprediksi kematian dan kemampuan induk babi dalam membesarkan anaknya.
Menurut Jeffrey Vallet, ketua tim peneliti dari Agricultural Research Service (ARS) Roman L. Hruska U.S. Meat Animal Research Center (USMARC) di Clay Center, Nebraska, teknik yang disebut dengan "immunocrit" itu bisa menentukan apakah bayi babi mendapatkan kolostrum yang cukup dari induknya.
Kematian bayi babi telah merugikan industri peternakan di Amerika Serikat hingga sebesar Rp15,3 triliun per tahun, dan salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya asupan kolostrum oleh bayi babi.
Kolostrum diproduksi oleh induk babi setelah melahirkan. Zat ini mengandung immunoglobulins atau antibodi yang mampu membangun kekebalan tubuh bayi babi terhadap bakteri, virus, dan elemen lain. Untuk itu, bayi babi yang tidak mendapatkan kolostrum dalam jumlah cukup dari induknya dalam 24 jam pertama setelah lahir biasanya akan mati.
Vallet menyebutkan, immunocrit akan mengukur serum immunoglobulin dalam sampel darah bayi babi. Hasilnya akan mengindikasikan peluang kematian bayi babi tersebut. Hasil yang didapat juga akan menunjukkan rata-rata asupan kolostrum bayi-bayi babi dan merefleksikan kemampuan induk yang bersangkutan dalam memproduksi kolostrum.
Selain itu, para ilmuwan juga menemukan hubungan antara pengukuran immunocrit dengan bobot bayi serta tingkat kematian bayi babi. Babi yang lebih berat memiliki peluang hidup yang lebih besar meski tidak mendapat kolostrum dalam jumlah cukup selama masa kritis, dibandingkan dengan bayi babi yang memiliki bobot lebih rendah. Dan berhubung hasil tes bisa didapat dengan cepat, maka sangat memungkinkan untuk menyelamatkan bayi babi saat mereka masih hidup.
“Immunocrit mampu mengetahui anak bayi mana yang tidak makan atau belum mendapat kesempatan menyusui,” kata Vallet. “Ini membuka peluang bagi kita untuk menyelamatkan bayi babi yang terancam mati dengan melakukan intervensi,” ucapnya.
Teknik baru yang juga bisa berfungsi pada bayi sapi ini bisa digunakan oleh para peternak untuk melakukan praktek split suckling. Metode split suckling didesain untuk meningkatkan asupan kolostrum bagi bayi babi yang lahir belakangan dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyusu pada induknya. Menggunakan immunocrit, sampel darah bisa diambil 24 jam setelah prosedur split suckling dijalankan, untuk mengetahui apakah asupan kolostrum telah meningkat pada bayi-bayi tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR