Sekelompok ilmuwan asal School of Biological Sciences, Inggris, menemukan bahwa salah satu spesies pohon tembakau, yakni Nicotiana glauca mampu memproduksi senyawa yang bisa digunakan sebagai biodiesel. Senyawa ini bisa digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau diproses menjadi produk minyak lainnya.
Yang menarik, pohon ini diketahui dapat tumbuh baik di kondisi yang panas dan gersang. Untuk tumbuh besar, dia tidak butuh tanah yang subur dan bisa hidup di kawasan yang hanya mendapatkan curah hujan 200 milimeter per tahun atau bertemperatur di atas 40 derajat Celsius.
“Ini merupakan faktor penting. Artinya, mengembangbiakkan tanah ini tidak perlu mengorbankan lahan bagi tanaman pangan,” kata Paul Fraser, salah satu peneliti dari School of Biological Sciences. “Saat ini, banyak petani yang mulai khawatir jika mereka harus merelakan sebagian lahan mereka untuk menanam tumbuhan bahan biofuel, dan temuan kami berpotensi mengatasi masalah ini,” ucapnya.
Dari studi awal, diketahui bahwa tanaman tersebut mampu tumbuh di kondisi iklim padang pasir seperti yang biasa ditemukan di Uni Emirat Arab, Afrika Utara, dan kawasan kering di berbagai belahan bumi lainnya.
(Baca juga: Hikayat Negeri Tembakau)
Tanaman ini juga dipastikan bisa menjadi sumber pemasok bioethanol dan biodiesel, yang bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dalam bentuk aslinya. Namun biasa digunakan sebagai zat aditif untuk mengurangi tinglat partikulasi, karbon monoksida, dan hidrokarbon pada kendaraan bermesin disel.
Menurut data International Energy Agency, biofuel punya potensi besar untuk memenuhi kebutuhan hingga lebih dari seperempat permintaan bahan bakar dunia untuk industri transportasi, pada tahun 2050 mendatang. Uni Eropa telah menyiapkan anggaran sebesar 5,77 juta Euro (sekitar Rp71,8 miliar) untuk melakukan studi lebih lanjut lewat proyek MultiBioPro yang melibatkan mitra dari kalangan industri dan akademis.
Proyek ini bertujuan untuk mendalami pengetahuan terkait proses biologis dan meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan. Harapannya, akan ada teknologi yang dapat mengurangi secara signifikan konsumsi energi berbasis fosil dan pada akhirnya mampu mengurangi emisi gas rumah kaca.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR