Pembantaian burung enggang (rangkong) untuk diperdagangkan paruhnya masih terjadi. Dari ratusan temuan, kasus terakhir 14 enggang.
Pembantaian satwa dilindungi ikon Kalimantan Barat itu terakhir kali diketahui tim Ekspedisi Uud Danum pada November dan Desember 2012 di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang.
Ekspedisi pemetaan artefak budaya Dayak Uud Danum dan keanekaragaman hayati itu diadakan Paguyuban Uud Danum, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalbar, serta WWF Indonesia program Kalbar. Temuan pembantaian dipaparkan peneliti fauna Ekspedisi Uud Danum dan angota Kalimantan Birding Club, Firdaus, Selasa (18/12).
"Perburuan enggang demi paruhnya sejak tiga tahun lalu, tapi baru marak 2012 setelah beberapa kali penyelundupan digagalkan," kata dia.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar menggagalkan penyelundupan 270 paruh enggang, Agustus dan September lalu. Paruh diselundupkan ke Cina melalui Bandar Udara Supadio.
Perburuan dan pembantaian enggang di Ambalau, Sintang, terjadi di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Perdagangan paruh setidaknya melibatkan empat rantai: pemburu, pengumpul pertama, pengumpul kedua, dan penjual ke luar negeri.
Dari Sintang, paruh dijual ke Sarawak, Malaysia, lalu dijual lagi ke Singapura. Di tangan pemburu, tiga tahun lalu harga paruh enggang Rp800 ribu per buah. Kini Rp4 juta per buah.
Harganya terus naik dan kini Rp4 juta per ons di tangan penjual ke luar negeri. Satu paruh beratnya empat hingga delapan ons. Menurut Firdaus, paruh dan batok kepala enggang biasa dijadikan bahan baku ukiran atau obat.
Sintang adalah tempat hidup mayoritas spesies enggang Indonesia. Di Sintang, lanjut dia, hidup tujuh dari sepuluh spesies enggang yang terebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Manajer Program WWF Indonesia Program Kalbar Hermayani Putra mengatakan, temuan pembantaian enggang itu penegasan kasus yang ditangani BKSDA Kalbar. "Tanpa penanganan aktif, enggang akan punah beberapa tahun lagi," ujarnya.
Ketua Paguyuban Uud Danum Rafael Samsudin menjelaskan, pihaknya akan mendorong penegakan hukum adat supaya para pelaku jera.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR