Paruh selama ini diketahui digunakan burung untuk memanipulasi makanan mereka. Variasi bentuknya menunjukkan adaptasi burung terhadap lingkungan.
Namun, penemuan terbaru mengungkapkan bagaimana nenek moyang burung modern memiliki gigi. Diperkirakan para ahli, gigi ini digunakan untuk makanan khusus.
Studi yang mempelajari salah satu burung purba, Sulcavis geeorum, ini diterbitkan dalam Journal of Vertebrate Paleontology. Disebutkan bahwa fosil burung ini mencerna mangsa yang memiliki tulang luar keras seperti serangga atau kepiting.
Sulcavis geeorum merupakan burung enantiornithine yang berasal dari era awal Cretaceous, sekitar 121-125 juta tahun lalu, di provinsi Liaonong, Cina. Burung enantiornithine diketahui adalah salah satu grup awal dari spesies burung dan menjadi burung mayoritas di masa Mesozoic.
Lebih istimewa lagi, enantiornithines memiliki keragaman bentuk gigi dan reduksinya sangat minimal. Sedangkan Sulcavis geeorum sebagai jenis baru enantiornithine, memiliki gigi kuat dengan lekukan pada permukaan bagian dalam. Ini membuatnya sangat cakap dalam mengunyah makanan keras.
"Di saat burung lain kehilangan gigi, enantiornithines melakukan evolusi morfologi baru dan spesialisasi gigi," kata Jingmai O'Connor, sebagai peneliti pemimpin dalam tulisan ilmiah ini, Senin (7/1).
Namun, O'Connor dan koleganya mengaku masih bingung mengapa jenis burung ini sangat unggul di era Cretaceous, tapi akhirnya mati dan punah. "Mungkin perbedaan jenis makanan ikut berperan di sini," ujar O'Connor.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR