Amanah rakyat menjadi unsur penting dalam kepemimpinan negara. Hal ini mengemuka dalam seminar bertopik "Trust: New Leadership in the Time of Crisis", yang diadakan pada Senin (11/2) lalu, di Jakarta, atas prakarsa Japan Foundation (JF) Jakarta.
Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN), menuturkan bahwa yang menjadi masalah adalah rendahnya kepercayaan politik di Indonesia. "Banyak masalah dihadapi akibat tingkat kepercayaan rakyat terhadap negara, persisnya lembaga eksekutif, terus berkurang," tutur tokoh intelektual Muslim ini.
Tema kepercayaan, ungkapnya, memang cukup relevan dengan situasi sekarang. Krisis kepemimpinan tengah dialami Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Indonesia semata jadi arena pertarungan pemimpin-pemimpin yang cenderung mengandalkan popularitas, lebih daripada kompetensi.
Sementara Dewi Fortuna Anwar, pakar bidang ilmu sosial dan politik, yang juga menjadi salah satu panelis seminar, mengatakan suatu amanah merupakan elemen paling penting dalam hubungan apa saja, termasuk ranah politik.
"Kepercayaan (rakyat) untuk pemimpin tidak dapat dipaksakan. Kepercayaan hanya dapat diperoleh, diraih, artinya dengan menunjukkan kualitas kemampuan," lanjutnya. Ia menggarisbawahi, kepercayaan yang dikhianati akan membuat rakyat berpaling.
Menurut Dewi, gejala itu pada akhirnya berbuah banyaknya rezim berkuasa yang ditumbangkan oleh rakyat langsung, setelah terbukti atau dianggap terbukti melakukan penyalahgunaan kewenangan sebagai cara-cara pelanggengan kekuasaan.
"Pada era demokrasi, rakyat bisa mengamati, serta mencatat track record. Saat kepercayaan dinodai, itulah saatnya pergantian kekuasaan," ucapnya seraya menyebut contoh peristiwa kebangkitan dunia Arab di mana gelombang demokrasi dan revolusi berlangsung di beberapa negara.
"Di Indonesia kita telah belajar dari sejarah bagaimana dua orang pemimpin nasional terdahulu yang hebat bisa dilengserkan akibat mengkhianati kepercayaan," ujar Dewi.
Di dalam seminar tersebut Komaruddin menambahkan, demokrasi berjalan pesat di Indonesia karena bangsa ini sudah memiliki sejarah panjang dan kuat akan masyarakat yang majemuk.
"Bicara demokrasi, kita sudah memiliki akar yang kuat hidup sebagai satu masyarakat. Konsep pluralisme mudah diterima dan diterapkan. Akan tetapi, masalah yang timbul adalah kita masih memiliki komitmen serta rasa solidaritas kelompok. Secara historis dan psikologis ada kemelekatan diri sebagai anggota komunitas tertentu, baik etnis maupun kelompok agama," tutupnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR