Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dirintis menjadi desa percontohan nasional bidang investasi peningkatan kesejahteraan petani. Pertanian di desa itu maju berkat program investasi sumur pantek dan burung hantu Tyto alba, predator pemangsa tikus.
Atas keberhasilan itu, Kementerian Pertanian (Kementan) akan meneliti potensi Desa Tlogoweru sebelum dan setelah ada investasi. Penelitian itu terkait bidang ekonomi, kondisi sosial, birokrasi, dan teknologi. Hal itu disampaikan Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Prabowo, Selasa (19/2), saat mengunjungi Tlogoweru bersama tim Kementan.
Selain untuk menyurvei dan mendata potensi desa, Probowo turut menyaksikan pengoperasian kincir angin cerdas yang berfungsi untuk mengairi lahan pertanian. "Jika hasil penelitian itu bagus dan ada peningkatan pendapatan warga, khususnya petani, kami mencanangkan Desa Tlogoweru menjadi desa percontohan bagi desa lain di Indonesia," katanya.
Kepala Desa Tlogoweru Soetedjo menjelaskan, peningkatan pendapatan petani dapat ditinjau dari program pengembangbiakan burung hantu. Sebelum ada burung itu, petani hanya memanen jagung sekitar 3,3 ton dan padi sekitar 3,2 ton per hektare.
Setelah ada burung hantu, petani di Tlogoweru dapat memanen jagung dan padi masing-masing hingga tujuh ton. Pendapatan petani dari panen padi yang semula hanya Rp11,55 juta per hektare meningkat menjadi Rp23,1 juta per hektare.
Pada 2011 silam, burung hasil tangkaran warga mencapai 62 individu. Pada usia lima bulan, burung hantu ini sudah bisa menerkam tikus namun tidak memakan ayam dan itik warga. Sebelum menggunakan burung hantu, petani sekitar menggunakan setrum, pestisida, perangkap hingga gropyokan. Ternyata metode burung hantulah yang paling efektif.
"Peningkatan produksi padi itu ditunjang dengan pengadaan 400 sumur pantek di persawahan. Sumur itu penting karena wilayah Kecamatan Guntur selalu kekurangan air," ujarnya.
Saat ini Tlogoweru sedang mencoba kincir angin untuk mengairi persawahan."Dengan pompa diesel, petani mengeluarkan biaya Rp700 ribu untuk mengairi satu hektar sawah. Dengan kincir angin, petani bisa lebih berhemat," kata Soetedjo.
Sekertaris Dinas Pertanian Kabupaten Demak Hari Adi Soesilo menambahkan, Pemerintah Kabupaten Demak mengembangkan burung hantu di 14 kecamatan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR