Dalam salah satu rangkaian Hari HAM 10 Desember lalu, Institut Francais Indonesia (IFI) bekerja sama dengan Nikon, menyelenggarakan lomba foto bertema "HAM dan Kita" yang terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia.
Kini telah terpilih 30 foto terbaik yang dipamerkan kepada publik. Pameran ini digelar selama dua pekan, 6 hingga 18 Maret, di Galeri IFI Salemba, Jakarta.
Bertrand de Hartingh, Konselor Kerja Sama dan Kebudayaan Kedutaan Prancis di Indonesia merupakan salah satu juri penilai.
"Yang kami lakukan adalah mengundang para fotografer muda berbakat menyorot tema yang sangat sensitif," ujarnya pada pembukaan pameran, Selasa (5/3).
Ananda Dinanti dari IFI Jakarta menyatakan, ratusan karya fotografi diterima panitia lomba. Menurut de Hartingh, hasil foto mengungkapkan berbagai ruang di mana terjadi ketimpangan hak asasi manusia, mulai dari orang berkebutuhan khusus, masyarakat adat, anak-anak, binatang, juga lingkungan.
Itulah mengapa, lanjut de Hartingh, HAM jadi persoalan yang tiada berujung. "Sebagai manusia, kita punya tanggung jawab untuk merasakan kepedulian terhadap hal-hal yang terjadi di sekeliling kita," tukasnya.
Bila dilihat dari foto-foto yang hadir itu tertangkap perspektif masalah hak asasi manusia utamanya faktor kemiskinan. Banyak sekali foto-foto mengandung pesan kuat berhubungan dengan kemelaratan.
"Lagipula HAM di Indonesia, begitu pula negara-negara lain, harus dilihat dari perspektif yang lebih luas. Bagi sebagian orang, HAM menjadi masalah politik. Tidak. Isu penegakan HAM ada berbagai jenis dan mencakup persoalan sosial ekonomi," paparnya.
Ia mencontohkan beberapa situasi. Buruknya pengelolaan sampah, atau pengelolaan air, pendidikan, transportasi nyaman, yang dialami orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, dapat menjadi distraksi bagi jalannya HAM.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR