Krisis moneter sempat melanda industri songket Silungkang, 1997 – 2008, walau untungnya, masih menyisakan 377 perajin. Pemerintah Kota Sawahlunto, Sumatra Barat, cepat tanggap dengan menyiapkan permodalan, ketersediaan bahan baku, mendirikan klinik keterampilan tenun, desain, promosi, pemasaran dan mendorong penggunaan tekstil tradisional ini sebagai pakaian resmi pemerintah , swasta, dan sekolah minimal dua hari dalam seminggu.
Pameran Sawahlunto Kreatif pada Oktober 2012 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, adalah unjuk diri atas usaha serius ini. Usaha berlanjut lewat Pameran Songket Silungkang Warisan Budaya Kota Tua Sawahlunto di “rumah kain” Museum Tekstil, Jl KS Tubun, Jakarta Barat, 17 - 26 April 2013.
Terbuka pada pembaruan yang mendukung perkembangan dan pelestarian, agaknya, kunci bagi bangkitnya kembali industri songket Silungkang. Salah satu jenis songket dari Sumatra Barat ini aslinya menenun benang emas dengan tangan lewat alat tenun palantai.
Pemerintah kolonial Belanda pada 1930-an memperkenalkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), dengan penyesuaian antara lain pada tempat duduk penenun, pijakan kaki, dan pedal. Meningkatnya jumlah ATBM empat kali lipat dalam lima tahun menandai sambutan baik.
Bahkan pria pun tak sungkan terjun untuk memenuhi permintaan yang meningkat pada sarung pelekat sederhana Silungkang. Segelintir pria bahkan tertarik menenun songket yang lazimnya merupakan pekerjaan khas wanita.
Keterbukaan juga terjadi pada corak. Bukan hanya kembang manggis berantai yang favorit tradisional, tapi juga corak merak, dan lumbung padi yang diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20.
Kesempatan memakai tenung Silungkang diperluas – yang juga berarti membuka pasar baru – dengan menghasilkan tenun untuk bahan busana, bahkan untuk tujuan sarimbit (berpasangan pria-wanita).
Dalam pameran ini kita bisa menikmati kekayaan dan keindahan songket Silungkang dalam bentuk antara lain kain, selendang, sarung, cawat, ikat kepala, penutup tempat sirih koleksi pribadi, keluarga pencinta songket Silungkang selain koleksi Dekranasda dan Museum Goedang Ransoem Sawahlunto.
Bagi yang tak sempat datang pada pameran khusus, tersedia kesempatan mengagumi songket Silungkang koleksi Museum Tekstil Jakarta.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR