Hari Selasa pagi (7/5), beberapa teman lama yang bermukim di Tabaco dan Sorsogon dekat kota Legazpi, Pulau Luzon, Filipina, menyatakan melihat kemunculan awan cendana dari puncak Gunung Mayon (2.463 meter di atas paras laut). Tetapi mereka baru tahu bahwa terjadi letusan freatik kecil yang menewaskan lima pendaki dari berita televisi dan surat kabar setempat beberapa waktu kemudian.
Sebagai seseorang yang berkunjung ke Legazpi, berita ini turut mengejutkan saya. Seperti Bicolanos—sebutan bagi orang-orang setempat—saya menjadikan Gunung Mayon sebuah karya alam kesayangan. Tiada pagi yang terlewatkan—sembari mengunyah macaroon di kedai roti seberang monumen Lapu Lapu dan pasar—tanpa memandangi sosoknya nan menawan sekaligus misterius.
Berbentuk kerucut nyaris sempurna, ia disebut-sebut sebagai salah satu gunung paling simetris di dunia. Sosok Mayon pula yang akan menyapa Anda, ketika mendarat di bandar udara Legazpi, sekitar sepuluh kilometer dari pusat kota. Dipandangi dari perbukitan atau dari pantai serta muara sungai, Gunung Mayon senantiasa indah.
Salah satu letusan terdahsyat Gunung Mayon terjadi 1 Februari 1814 dengan korban mencapai 1.200 orang dan lava membanjiri kawasan Cagsawa, meninggalkan satu menara gereja. Anda dapat berkunjung ke lokasi ini, dengan naik tricycle, semacam becak motor dan menyebutkan tujuan “Cagsawa Ruins”.
Sepanjang perjalanan menuju daerah jalur lava terlihat vegetasi subur menghijau dengan sungai dipenuhi bongkah-bongkah batu menghitam dan sosok Mayon terlihat begitu dekat. Di lahan belakang reruntuhan gereja ditancapkan sebuah salib raksasa untuk mengenang peristiwa itu.
Philippine Institute of Volcanology and Seismology (Phivolcs) dalam update lansiran beritanya menyatakan, telah terjadi letusan freatik kecil dari Gunung Mayon kemarin, yang berlangsung dua menit dan 26 detik mulai pukul 08.00 waktu setempat dan awan panas membubung setinggi 500 meter, mengarah ke bagian barat dan barat laut gunung.
Kawasan yang terdampak adalah Muladbucad, Guinobatan, Nabonton, Nasisi, Basag, Tambo, Ligao dan Provinsi Albay serta lereng-lerengnya. Kurun 24 jam setelah kejadian, terjadi dua kali guguran batu. Status Siaga ada pada tingkat 0 (nol) yang berarti tidak terjadi erupsi magma.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR