Meski berstatus sebagai makhluk yang aktif di waktu malam, semut banteng australia ternyata kesulitan saat matahari terbenam. Semut banteng yang berkelana di malam hari diketahui memiliki waktu lebih lama untuk kembali ke sarang.
Kesimpulan ini berdasarkan penelitian dari Vision Centre (VC) di Australia. Ditemukan juga bahwa semut pengelana malam mengalami kesulitan menemukan sarangnya.
Dikatakan Ajay Narendra dari VC dan The Australian National University (ANU), dibanding dengan saudaranya yang aktif di siang hari, semut yang aktif di malam hari memiliki lensa lebih besar dan photoreseptor lebih lebar.
Adaptasi ini dilakukan untuk mengatasi lingkungan yang redup atau pun gelap. "Kami menemukan bahkan dengan kompensasi seperti ini pun, semut banteng yang nokturnal masih memiliki waktu lebih lama untuk mencapai sumber makanan atau sarang di malam hari," kata Narendra.
Menurut studi tersebut, gagapnya semut banteng di malam hari karena mereka menggunakan lingkungannya untuk navigasi. Sedangkan lingkungan tersebut tidak begitu terlihat saat malam tiba.
Studi ini dilakukan menggunakan Differential GPS, dengan peneliti yang melacak jejak para semut dengan akurasi sentimeter. Sedangkan di dekat sarang semut, ditempatkan stasiun berbasis satelit yang menyediakan koordinat tepat.
Kemudian, dengan menggunakan GPS jelajah, semut-semut ini diikuti oleh para penelitinya. Informasi yang ada dicocokkan antara GPS jelajah dengan stasiun yang ada hingga akhirnya memberikan posisi si semut.
Diketahui bahwa semut pekerja yang meninggalkan sarang jelang senja, mencapai pohon eucalyptus (sumber makanan) lebih cepat dibanding semut yang menuju pohon yang sama sejam sesudah matahari terbenam.
"Semut 'malam' berjalan lebih lambat, berhenti lebih sering, dan mengambil jeda lebih panjang dibanding (semut) pengumpul sebelumnya," ujar Narendra.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR