Metode Pengambilan Sperma Pascakematian (postmortem sperm retrieval - PMSR) kembali mengemuka. Sperma diambil dari pria wafat untuk membuahi telur dari perempuan yang masih hidup.
Permintaan PMSR bisa berasal dari istri atau orangtua si pria yang meninggal karena kecelakaan dan belum sempat memiliki anak. Permintaan juga bisa diajukan dari pria yang masih hidup dan menginginkan spermanya diawetkan untuk kemudian digunakan pascakematian.
Saat ini, penggunaan PMSR dianggap ilegal di Prancis, Jerman, dan Swedia. Larangan diterapkan meski sudah ada izin tertulis dari pihak yang terlibat. Sebaliknya, di Inggris Raya, permintaan ini akan dikabulkan. Sedangkan di Israel, sperma bisa diambil tapi kemudian penggunaannya harus berdasarkan keputusan hakim.
Di Amerika Serikat, masih timbul polemik mengenai etika penerapan metode ini. Para peneliti menuntut adanya konsesus politik sebagai acuan dasar boleh tidaknya PMSR dilakukan.
Dalam jurnal Fertility and Sterility, ahli penyakit saluran kemih dari Baylor College of Medicine, Texas, Larry Lipshultz, berpendapat bahwa saat regulasi pemerintah tidak ada, institusi medis harus bisa menghasilkan peraturan mandiri. Dengan demikian, institusi ini bisa mengatasi pertanyaan etika prosedur PMSR.
Lipshultz dan koleganya menemukan bahwa sebagian besar pria ternyata bersedia bereproduksi pascakematian. Kebanyakan dari mereka adalah pria yang terlibat dalam satu hubungan atau yang sebelumnya sudah memiliki anak.
"Inti dari prinsip ini adalah tidak mereproduksi seseorang tanpa izin sebelumnya," kata Arthur Caplan, Kepala Divisi Etika Medis di NYU Langone Medical Center, New York, dan tidak terlibat dalam penulisan jurnal ini.
Isu lain dari PMSR adalah motivasi dari pihak yang mengajukan. Sebab, mereka ini adalah keluarga yang tengah berduka dan tidak bisa memberi keputusan rasional. Tapi menurut Lipshultz, hal ini bisa diatasi dengan rekomendasi wajib berupa menanti antara beberapa bulan hingga setahun sebelum akhirnya sperma dari pihak yang wafat digunakan untuk pembuahan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR