Cuplikan informasi ini segera mendapat tanggapan. Terinspirasi oleh penemuan Taubenberger, patolog yang telah pensiun, Johan Hultin, pergi ke desa terpencil di Alaska dan menggali kuburan massal yang telah ditimbun permanen setelah flu Spanyol melanda pada November 1918.
Salah satu jasad perempuan masih memiliki jaringan paru-paru yang utuh, terlindung oleh udara dingin dan keberuntungan semata. Sedikit demi sedikit, kelompok Taubenberger memperoleh seluruh urutan genetika virus.
Sampai saat ini, cetak biru genetika ini belum mengungkap dengan tepat apa yang membuat flu Spanyol begitu mematikan. Tak ada satu gen atau protein pun yang secara jelas menjadi sumber masalah.
Tetapi membandingkan urutan genetika virus tahun 1918 dengan virus-virus flu yang menimbulkan malapetaka ringan setiap musim dingin, telah membuktikan apa yang telah lama dicurigai: Virus flu Spanyol belum lama berselang telah menjangkiti manusia dari beberapa hewan tak dikenal, membuat para korban memiliki kekebalan tubuh rendah terhadap ancaman baru ini.
Untungnya, Juni 2010, sekelompok peneliti dari Mount Sinai School of Medicine, Amerika Serikat melaporkan bahwa vaksin yang diberikan untuk meredakan pandemik flu tahun 2009 mampu menyediakan perlindungan terhadap virus flu 1918.
Selain itu, kesimpulan pun berubah. Dipastikan, virus flu Spanyol atau flu 1918 dan beberapa tipe virus flu lain setelahnya merupakan penyakit yang khusus menyerang umat manusia.
(Artikel ini merupakan penggalan dari Melacak Flu Pembunuh Berikutnya yang pernah terbit di National Geographic Indonesia Oktober 2005, dilengkapi dengan up-date berita terkini.)
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR