Tidak heran bila lalapan, pepes, nasi liwet, dan sambal begitu identik dengan urang Sunda. Tatar Sunda kaya akan keanekaragaman hayati. Urang Sunda terlingkupi dengan segala kekayaan alam dan kesuburan.
Enam puluh lima persen makanan berbahan tetumbuhan. Di Jawa Barat, bisa ditemukan 3.882 spesies tumbuhan. Urang Sunda mengenal tak kurang dari 59 jenis pucuk atau daun muda, 18 jenis bunga, 20 jenis buah muda, yang dapat dimakan sebagai lalap. Belum lagi belasan jenis biji-bijian, seperti lain petai, petai cina, kecipir, atau tekokak.
Meski demikian, pengetahuan tentang jenis makanan berbahan dasar daging juga tak kalah banyaknya. Ikan-ikanan yang utama, mulai dari ikan mas, gurami, lele, tawes, ini dengan mudah dijumpai di warung makan Sunda sampai hari ini.
Untuk nasi liwet, ada cerita tersendiri. Seniman dan budayawan Sunda Acep Zamzam Noor bertutur, nasi yang dimasak bersama berbagai bumbu dan lauk di dalam satu periuk alumunium itu dikenal sebagai nasinya lelaki. Sebab serba mudah, cepat, baik cara memasak maupun penyajiannya.
Santapan tersebut pun menyimpan jati diri urang Sunda yang senang bersifat praktis, dan spontan—sehingga cukup pandai buat memanfaatkan apa yang tersedia di alam. "Serupa dengan kebiasaan orang Sunda menyantap lalap," tambah Acep.
Dan Satriana, penikmat kuliner Sunda dan seorang warga Bandung, mengatakan kalau nasi liwet juga merupakan jejak kehidupan peladang berpindah-pindah di Jawa Barat.
Dulunya sebagai peladang, laki-laki kerap harus pergi sendiri ketika membuka hutan untuk huma. "Laki-laki harus bisa memasak dengan cara yang praktis. Ternyata nasi liwet para peladang dirasa enak dan akhirnya justru dimasak di dapur."
Terwaris
Antropolog Universitas Padjadjaran Budi Rajab, menyebut, terpeliharanya alam di Bumi Priangan dan segenap serta kearifan lokal urang Sunda mengenai berbagai kelimpahan sumber pangan tidak terlepas dari tradisi peladang berpindah.
Pula ia menjelaskan, pertanian sawah dengan irigasi cenderung memupus pengetahuan keanekaragaman hayati karena petani sawah lebih menetap dan terjebak pada pertanian yang monokultur.
"Kehidupan peladang berpindah secara khusus dilestarikan di Kampung Kasepuhan Adat Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi. Sedangkan, meski mengalami sejumlah lompatan dan sentakan budaya dari luar, warga Tatar Sunda pada daerah lainnya pun masih terus mewarisi nilai-nilai hidup leluhurnya sebagai peladang berpindah," ujar Budi.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR